Tajuk kabar di Kompas (30/12), “Ujian Nasional Tidak Menentukan”. Persoalan yang sama jika di petakan dan dianalisis dengan tujuan pendidikan tidaklah relevan. Sebab, ujian nasional yang merupakan alat evaluasi tidak mampu menjawab semua informasi terkait tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Tujuan pendidikan tersebut tidak semata pada peningkatan pengetahuan peserta didik saja, namun juga harus mampu melahirkan tenaga cerdas dan mampu bekerja serta menciptakan tenaga kerja yang cerdas.
Faktanya dampak negatif ujian nasional bukan hanya menimpa peserta didik namun juga terhadap orang tua bahkan sekolah. Lebih-lebih telah berbilang siswa yang mengalami stres menjelang pelaksanaan ujian nasional. Bagaimana mungkin akhlak yang mulia dapat dievaluasi lewat ujian nasional? Malah pada pelaksanaan ujian nasional peserta didik diajarkan untuk tidak jujur karena guru bekerjasama dengan pengawas memberikan kunci jawaban.
Sungguh kacau, proses pendidikan yang ditekuni selama beberapa tahun dicederai oleh konsep, fungsi, dan pelaksanaan ujian nasional. Tak hanya itu, ujian nasional hanya terbatas pada pengukuran aspek kognitif saja. Padahal seharusnya keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah di rumuskan dapat ditilik dari tiga ranah konstruk prilaku yaitu, kognitif, afektif dan psikomotorik.
Fenomena ujian nasional yang terjadi belakangan ini melambangkan beberapa catatan pokok. Pertama, hasil ujian nasional bukan indikator mutu pendidikan. Model assessment seperti dalam ujian nasional (mengambil bentuk pilihan ganda untuk kemudahan administrasi) menguji kemampuan menghapal fakta dan kemampuan berpikir konvergen.
Kedua, Yang diuntungkan oleh kebijakan ujian nasional adalah pengelola bimbingan belajar dan penerbit buku-buku soal. Yang menyedihkan adalah ketergelinciran sebagian stakeholders pendidikan dalam menyikapi kebijakan ujian nasional. Proses di kelas 6, 9, dan 12 berubah menjadi kegiatan bimbingan belajar. Bahkan banyak sekolah sudah mengundang masuk dan meng-outsource-kan pendidikan siswa kepada bimbingan belajar. Yang paling tragis, pendidik terjerumus dalam tindakan tercela, mulai dari pencurian soal mengganti jawaban siswa, memberi contekan kepada siswa, hingga membiarkan siswa mencontek.
Ketiga, penanganan ujian nasional tahun 2013 berlangsung sangat amburadul. Ironisnya, para pihak yang yang seharusnya bertanggung jawab, khususnya Kementerian Pendidikan yang dipimpin Muhammad Nuh sempat berdalih bahwa hal ini karena kesalahan teknis. Sangat disesalkan, segampang itu beralasan masalah teknis, atas kegagalan program dan agenda nasional dibidang pendidikan.
Keempat, Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian standar nasional. Sejak kemerdekaan, bentuk evaluasi belajar tahap akhir yang diberlakukan oleh pemerintah terhadap lembaga-lembaga pendidikan formal, paling tidak, ada tiga macam bentuk, seperti Ujian Negara, Ujian Sekolah, Ebtanas, dan Ujian Nasional. Namun perlu diingat bahwa saran, prasarana prndidikan di daerah terpencil tidak sebaik di kota-kota besar. Dengan demikian bagaimana mungkin bentuk evaluasi mereka bisa disamakan dengan peserta didik yang diberikan sarana, prasarana yang jauh lebih baik dari mereka yang berada dipedesaaan.
Akibatnya tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Gagalnya pencapaian tujuan pendidikan berakibat tidak terciptanya tenaga cerdas yang mampu bekerja dan tenaga kerja yang cerdas. Jika demikian pada persaingan ekonomi Asean tahun mendatang generasi pemuda akan sulit berkompetisi. Apalagi persaingan ini berhadapan dengan orang-orang dari berbagai negara di Asia.
Memang harus diakui bahwa ujian nasional ini masih banyak kelemahan. Sangat representatif apa yang akan diterapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan (29/12), yang menyatakan bahwa konsep, fungsi, dan pelaksanaan ujian nasional mulai tahun depan akan berbeda. Pemerintah berencana hanya akan menggunakan hasil ujian nasional sebagai pemetaan kondisi pendidikan, bukan sebagai penentu kelulusan.