Oleh : Samsul Nizar
Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis
Sungguh, eksistensi anggaran dalam semua aspek, termasuk pembangunan merupakan unsur sangat vital dan menentukan. Namun, pembangunan bagai sebatang tubuh. Aktivitas akan dapat dilaksanakan tatkala tubuh sehat jasmani dan rohani. Bila salah satu unsur tidak sehat, maka akan menghambat aktivitas yang dilakukan. Demikian pula capaian pembangunan akan maksimal bila anggaran dalam kondisi sehat. Bila anggaran mengalami ketimpangan — apalagi tidak sehat–, maka pembangunan akan mengalami kendala, bahkan stagnan. Untuk itu, analisa perencanaan yang matang dan anggaran yang sehat sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pembangunan yang direncanakan. Namun, sehat atau tidaknya anggaran sangat ditentukan oleh kualitas analisa perencanaan yang dibuat dan kebijakan yang diambil. Bila analisa perencanaan tidak mengedepankan aspek efektivitas dan efisiensi, maka akan menciptakan anggaran yang tidak sehat. Bila anggaran tidak sehat, maka pembangunan akan mandul, bahkan mundur (mati). Namun, bila perencanaan dilakukan secara matang sesuai aturan, maka anggaran akan sehat.
Sehat atau tidaknya anggaran bukan dilihat pada aspek besar atau kecilnya anggaran. Hal ini bisa dilihat dari beberapa aspek, antara lain :
Pertama, Sehat atau tidaknya anggaran terletak pada perencanaan yang mengedepankan belanja modal lebih dominan dibanding belanja operasional. Bila prosentase belanja operasional lebih besar atau sama dengan belanja modal, maka akan terjadi pemborosan dan kegagalan pembangunan. Paling tidak, rasio antara belanja modal dan operasional minimal sebanding 60:40 atau idealnya 70:30. Bila perbandingan mengalami rasio terbalik, maka bak pepatah “besar pasak dari tiang”. Akibatnya terjadi “pemubaziran” tenaga atas tugas yang dilakukan. Bagai pekerjaan mengangkat beban 10 kg yang dilakukan oleh 10 orang. Padahal, beban 10 kg bisa diangkat hanya oleh 1 atau 2 orang saja. Atau rendahnya analisa atas unit yang memiliki kinerja rendah berbanding sama dengan pengeluaran unit yang memiliki kinerja tinggi. “Kesungkanan politik” atas penilaian efektivitas kinerja unit menambah tingginya anggaran operasional (membengkak) yang terbuang sia-sia. Jika hal ini terjadi dan terus berlangsung, sungguh analisa perencanaan yang sia-sia, kebijakan menjadi lemah, bahkan nepotisme akan mendominasi. Bila hal ini terjadi, sangat patut dilakukan penyelidikan atas terjadinya anggaran yang tak sehat, sehingga ketimpangan terjadi dan berdampak pada pembangunan yang minim. Bila anggaran yang seyogyanya digunakan untuk melakukan pembangunan bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat luas tak mampu dilaksanakan, maka kegagalan akan dituai.
Kedua, Penetapan perencanaan tidak berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Perencanaan dilakukan berdasarkan pertimbangan politis, bukan strategis. Anggaran disedot untuk memperoleh laba segelintir orang, bukan kemashlahatan banyak orang. Dampaknya, anggaran tersedot pada agenda “aji mumpung dan pelunasan politik”, bukan lagi strategi pada pencapaian tujuan (visi misi) yang dirumuskan. Agenda visi misi acapkali ditarik secara paksa sesuai politik acapkali ditarik secara paksa sesuai visi misi. Padahal, seyogyanya “pesan politik” harus tunduk pada visi misi. Sementara perencanaan dan kebijakan yang sesuai visi misi bersifat mayor dan urgen bagi tercapainya tujuan sayangnya selalu menjadi scond opinion.
Ketiga, Rendahnya pengawasan atas perencanaan yang disusun atas komposisi anggaran. Apalagi bila dilakukan akibat ketidakmampuan (profesionalitas). Hal ini disebabkan kesalahan dalam penempatan yang tak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Bukankah Rasulullah pernah berpesan “Jika amanah telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya: ‘Bagaimana maksud amanah disia-siakan?’ Nabi menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah masa (kehancuran) itu.” (HR Al-Bukhari)
Sungguh, Rasulullah sudah memberikan rambu agar suatu urusan dengan berbagai variannya akan mampu dikerjakan bila diserahkan pada yang mampu, bukan yang pada yang hanya pandai mengampu. Hanya pada yang mampu semua urusan yang diamanahkan dapat dikerjakan secara baik dan benar, termasuk melakukan perencanaan dan melaksanakan rencana yang direncanakan.
Analisa perencanaan yang matang akan berpengaruh secara signifikan atas anggaran yang sehat. Kondisi ini akan berdampak pada capaian pembangunan yang berdaya guna dan tepat guna. Namun, bila perencanaan tidak matang dan keluar dari visi misi, maka anggaran menjadi tidak sehat. Banyak pembangunan mengalami ketidakjelasan dan keterbengkalaian. Kondisi anggaran yang tidak sehat demikian ini akan mengakibatkan pelaksanaan pembangunan tersendat, (mungkin) berkarat, bahkan akhirnya roboh tak bermanfaat.
Kondisi anggaran sehat berhadapan anggaran yang tidak sehat menunjukkan kualitas peradaban suatu bangsa. Tatkala peradaban maju anggaran sehat menekankan porsi ideal-proporsional, maka peradaban (dalam semua variannya) akan berkembang maju. Sedangkan peradaban perantara (rendah menuju menengah awal) yang mengedepankan porsi terbalik dengan anggaran yang tak sehat, maka peradaban akan mengalami stagnasi, bahkan mundur.
Anggaran sehat tak akan muncul bila sebatas teori dan keinginan segelintir kelompok saja. Sedangkan, anggaran tak sehat tidak akan bisa diobati oleh jutaan kritik belaka, tanpa aksi nyata melakukan perbaikan. Bahkan, kritikan atas ketidakseimbangan porsi anggaran tak pernah menghasilkan jalan keluar. Kebijakan stratagis dan keinginan melakukan perbaikan pada seluruh elemen merupakan jalan bagi terciptanya anggaran yang sehat. Bila ketimpangan keinginan terjadi seiring ketimpangan anggaran, maka semakin jauh peradaban maju (mungkin mustahil) akan diraih. Catatan tinta emas atau catatan tinta merah yang akan kita lukis, tergantung pada warna tinta yang ada pada setiap diri yang memilih.
Wa Allahua’lam bi al-Shawwab
Terbit di Harian Riau Pos tgl. 6 Des 2021