(Humas STAIN Bengkalis) Ikatan Keluarga Besar Datuk 50 Kesultanan Siak Sri Indrapura, pada tanggal 19 Maret 2022, bertempat di Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Kota Dumai, menganugerahkan gelar adat Datuk Seri Junjungan kepada Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag. Gelar adat yang diberikan karena beliau merupakan salah satu keturunan Datuk 50 Kesultanan Siak Sri Indrapura. Penganugerahan diberikan juga pada 16 orang dari Kota Dumai, 7 orang dari Kabupaten Bengkalis dengan gelar sesuai yang patut menurut adat.
Secara historis, gelar datuk adalah gelar yang diberikan kepada pemimpin atau tokoh suku di wilayah dengan populasi etnis Melayu. gelar ini berawal dari Abdul Ghofar (Datuk 50 pertama tahun 1790-an) dengan gelar Datuk Seri Amanah Sultan) dan selanjutnya diturunkan pada keturunannya. Meski vakum hampir setengah abad, beberapa orang dari garis keturunannya melakukan pelacakan kembali zuriyatnya yang terpisah dan menyimpulkannya kembali dalam struktur zuriyat (adat). Acara penabalan gelar datuk keturunan Datuk 50 di Dumai ini merupakan penganugerahan pertama setelah vakum sekian lama.
Hadir pada penganugerahan gelar datuk keturunan Datuk 50 dihadiri unsur pemerintah Propinsi Riau, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Bengkalis, Kota Dumai, Kabupaten Kampar, utusan keluarga Datuk 50 (Paduka DYM HB HM. Yunus Abdullah Rahmadsyah al-Hajj), utusan keluarga Kerajaan Pagaruyung, utusan Keluarga Kesultanan Aceh, LAM Bengkalis, LAM Dumai, DPRD Propinsi Riau, DPRD Kota Dumai, DPRD Kabupaten Bengkalis, Forkopinda Kota Dumai, dan undangan lainnya.
Penganugerahan gelar adat keturunan Datuk 50 yang diselenggarakan hari ini sekaligus pelantikan pengurus Pusat IKB D50 KSSI yang berpusat di Dumai dan Cabang Kabupaten Bengkalis yang berpusat di Bengkalis.
Dalam wawancara humas STAIN Bengkalis dengan Datuk Seri Junjungan Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag via telpon, bahwa “melalui IKB D50 KSSI diharapkan mampu merekat zuriyat keluarga besar Datuk 50, menjaga nama baik zuriyat, adat dijaga, agama dijalankan, serta menelusuri amalan dan akhlak leluhur agar terpelihara keberlanjutannya pada generasi yang akan datang. Gelar adat zuriyat ini sungguh berat. Berbeda dengan gelar adat wilayah pemerintahan. Namun, Samsul Nizar mengingatkan pesan sayyidina Ali bin Abi Thalib, bahwa bila zuriyat tak diiringi dengan ilmu (amalan) agama, maka zuriyat akan tertolak. Gelar adat bukan untuk prestise, tapi amanah yang harus dipikul dengan penuh tanggungjawab, baik secara vertikal (Allah) maupun horizontal (leluhur, keluarga besar zuriyat, anak cucu dan keturunan Datuk 50 yang akan datang)”. Demikian tuturnya.
Semoga amanah adat ini dapat dijaga, dilestarikan, amalan ajaran agama yang menjadi amaliah para leluhur dapat dipelajari (diikuti), akhlak yang terjaga, dan tugas atas NKRI dapat dilanjutkan.