Oleh : Samsul Nizar
Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis
Malam jumat atau kamis malam. Sepintas memiliki arti yang sama, namun beda secara hakikat substansinya. Sebab, penyebutan malam jumat merujuk pada kalender hijriyah. Pergantian tanggal mulai tergelincirnya matahari di ufuk barat. Dengan demikian, penanggalan sore kamis (maghrib) sudah masuk pada hari jumat, sehingga disebut malam jumat. Namun, bila merujuk pada kalender masehi, maka pergantian tanggal mulai jam 00 dini hari. Dengan demikian, maka penyebutannya kamis malam. Sebab, sebelum jam 00 masih terhitung hari kamis. Sungguh istilah yang dianggap sama dan remeh, namun menyangkut titik pandang yang sangat substansial dan berpengaruh.
Pada dimensi lain, sungguh malam jumat (perspektif kalender hijriyah) sampai tergelincir matahari di ufuk barat, dalam Islam merupakan salah satu malam (hari) yang memiliki keistimewaan dan keberkahan. Hal ini dinukilkan dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw pernah bersabda: ”Sesungguhnya pada hari Jumat terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya. Rasululllah mengisyaratkan dengan tangan beliau sebagai gambaran akan sedikitnya waktu itu” (H.R Muttafaqun Alaih).
Demikian pula keistimewaan malam jumat, sebagaimana sabda Rasulullah “Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan untuknya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyinarinya dengan cahaya antara dia dan Baitul ‘atiq.” (Sunan Ad-Darimi, al-Nasai dan Al-Hakim).
Sungguh banyak hadis Rasulullah yang mengetengahkan keutamaan malam dan hari jumat. Melihat keistimewaan malam jumat sampai tergelincirnya matahari di ufuk barat, merupakan waktu “sajian kenikmatan” bagi hamba untuk memperbanyak ibadah.
Namun, sayangnya malam jumat disegelintir masyarakat dipandang malam yang justeru kehilangan keistimewaan. Bahkan, malam jumat dianggap malam yang berhubungan dengan dunia mistik. Di antara stigma negatif yang dimunculkan antara lain :
Pertama, malam jumat dianggap malam yang menakutkan dan mengandung mistik yang dikaitkan dengan hantu, dedemit, ilmu hitam, ruh bergentayangan, dan lainnya. Muncul stigma “malam jumat kliwon” yang dianggap sebagai waktu para makhluk halus berkeliaran dan stigma horor lainnya. Stigma ini menambah tergelincirnya nilai malam jumat dari makna yang sebenarnya.
Kedua, suguhan acara film di TV pada malam jumat yang berkaitan horor dan dunia ghaib memperkuat stigma malam jumat sebagai waktu yang menyeramkan. Hampir setiap malam jumat, suguhan film di TV menyuguhkan tema-tema mistik. Secara gamblang dapat ditelusuri di TV yang menayangkan film di malam jumat atau di google yang menyajikan bahwa film-film horor hampir mayoritas ditampilkan pada malam jumat.
Sungguh fenomena yang menyedihkan. Meski berlangsung demikian lama, baik dalam tataran pemahaman masyarakat maupun media elektronik atas stigma malam jumat sebagai malam menyeramkan, namun belum terlihat upaya untuk meluruskan pemahaman dan kebijakan yang keliru ini. Padahal, stigma dan suguhan berbagai acara pada malam jumat menghunjam dalam benak generasi ke generasi tanpa pelurusan stigma yang keliru tersebut.
Dalam perspektif sosiologis, bisa jadi stigma menyeramkan malam jumat bertujuan agar masyarakat lebih banyak di rumah untuk beribadah. Namun, stigma seperti ini perlu diluruskan seiring perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan. Namun sayangnya, belum terlihat upaya meluruskan pemahaman keliru berkaitan malam jumat. Seyogyanya perlu pelurusan makna dan kebijakan yang mencerdaskan, bukan mengekalkan kesalahan dan memperpanjang kebodohan.
Ada beberapa upaya pelurusan makna malam jumat agar stigma malam yang menyeramkan dapat dihilangkan, antara lain :
Pertama, malam jumat merupakan malam istimewa yang disiapkan Allah untuk hamba yang ingin munajat pada-Nya. Sungguh malam jumat dihadirkan untuk renungan, refleksi, dan menikmati kesunyian hadirkan diri bermunajat pada Sang Pencipta.
Kedua, semarak ibadah di malam jumat perlu dikembangkan secara masif, baik di rumah, masjid dan mushalla, bahkan di media sosial.
Ketiga, penentu kebijakan merekomendasi pada seluruh media (terutama TV) untuk menyiarkan siaran religius, bukan horor yang berkaitan dengan mistik yang berhubungan dengan alam ghaib.
Sungguh, malam dan hari jumat merupakan salah satu hari yang dimuliakan oleh Allah SWT. Sejak malam junat sampai tergelincirnya matahari di ufuk barat, manusia dianjurkan untuk memperbanyak beribadah melebihi hari-hari lainnya. Menurut Al-Imam Al Syafi’i dan Al-Iman Ahmad, merujuk pada hadis Rasulullah menyebutkan bahwa hari jumat merupakan rajanya hari dari hari-hari lainnya. Hal ini dinukilkan bahwa :
“rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fithri. Di hari jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari jumat pula Nabi Adam wafat. Di hari jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari jumat. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat.” (kitab al-Lum’ah fi Khashaish al-Jumat, karya Syekh Jalaluddin al-Suyuthi).
Pencerdasan umat sangat diperlukan. Bila stigma mistik, klenik, dan menyeramkan disematkan pada malam jumat masih dibiarkan dipahami dalam makna yang keliru, maka malam keistimewaan tersebut akan kehilangan nilai substansi yang sebenarnya.
Apakah stigma keliru yang meletakkan malam jumat sebagai waktu menyeramkan masih bersemayam di hati dan komunitas kita atau pada makna malam kesyahduan dalam munajat pada Ilahi ? Tentu setiap diri yang bisa menjawabnya.
Wa Allahua’lam bi al-Shawwab
Terbit diharian Riau Pos Online tgl. 11 April 2022