Oleh : Samsul Nizar
Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis
Akar adalah organ tumbuhan yang berperan penting bagi pohon atau tumbuhan bagi kelangsungan hidupnya. Ia berfungsi sebagai penahan berdirinya tumbuhan, menyerap air, dan mengalirkan nutrisi ke dalam tubuh tumbuhan. Akar memiliki struktur anatomi yang tersusun atas jaringan-jaringan yang membentuk empat lapisan secara berurutan mulai dari lapisan yang paling luar sampai lapisan yang paling dalam, meliputi jaringan epidermis, korteks, endodermis, dan silinder pusat (stele).
Dengan potensi yang dimiliki akarnya, memungkinkan pohon mampu tumbuh lebih tinggi, besar, kokoh, subur, dan berbuah. Meski terletak jauh di dalam tanah, akar memiliki fungsi yang cukup penting bagi setiap tumbuhan. Sebab, akar menjadi tempat masuknya mineral atau zat-zat hara dari tanah menuju ke seluruh bagian tumbuhan.
Secara biologis, akar memiliki sejumlah peran dan fungsi bagi keberlangsungan hidup tumbuhan. Di antara peran dan fungsinya untuk menyerap air dan garam-garam mineral dari dalam tanah, menunjang dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya, berfungsi sebagai alat bernapas, serta tempat penyimpanan makanan.
Akar merupakan kelanjutan sumbu tumbuhan dan terangkai atas dua bagian, yaitu rambut akar yang berguna untuk menyerap air dan tudung akar yang berfungsi untuk melindungi akar saat menembus tanah. Semakin kokoh dan sehat akar, maka semakin baik dan berkualitas seluruh unsur pohon dan tumbuhan. Demikian urgennya akar bagi tumbuh-tumbuhan dalam melanjutkan kualitas kehidupannya.
Berbeda bila pohon yang kualitas akar tidak sehat, tidak kuat, tidak menghunjam ke dalam tanah, maka pohon mudah tumbang dan pohon tidak akan sehat, dan tak mampu menghasilkan buah yang baik. Apatahlagi bila pohon tanpa akar. Meski awalnya daun masih menghijau, namun hijaunya daun hanya bertahan beberapa saat. Hitungan menit, pohon tanpa akar akan layu dan akhirnya mati.
Dalam Islam, akar seorang hamba adalah iman. Bila iman baik, maka akan memberi nutrisi pada seluruh tubuh (zahir dan batin) untuk melakukan aktivitas amaliyah (ibadah) dengan merujuk pada ajaran Islam secara ikhlas dan totalitas (kaffah). Namun, bila iman mengalami “penyumbat-an atau kerusakan”, maka nutrisi yang dialirkan pada seluruh tubuh manusia akan mengalami kelemahan, kekeringan, kerusakan, dan mati.
Ramadhan merupakan bulan yang dikhususkan Allah pada hamba-Nya yang beriman untuk berpuasa. Allah memanggil hamba-Nya untuk berpuasa dengan panggilan kemuliaan (mukmin). Hal ini merujuk pada firman-Nya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. al-Baqarah : 183).
Sungguh, ayat di atas merupakan panggilan kemuliaan dan kehormatan untuk hamba-Nya yang beriman. Panggilan yang harus dijawab oleh hamba dengan jawaban ketaqwaan yang sebenar-benarnya. Panggilan yang harus diraih dan diperoleh setiap manusia selama ramadhan dan pasca ramadhan.
Alangkah meruginya diri tatkala ia tak memperoleh panggilan kemuliaan tersebut. Untuk itu, perlu memperbaiki dan memupuk iman (akar) untuk menyalurkan nutrisi amaliyah yang berpotensi memperoleh panggilan kemuliaan. Puasa merupakan “charger” untuk menambah dan mengisi batree keimanan yang mungkin mengalami kelemahan. Puasa ramadhan merupakan cermin untuk melihat kualitas diri pada posisi hamba yang beriman atau kufur. Bagi yang beriman, hadirnya ramadhan sangat dinantikan dan dinikmati dengan kerinduan pada Allah. Semua dilakukan dengan keikhlasan dan merasakan nikmatnya puasa bagai nikmatnya menikmati makanan bagi hamba yang sedang kelaparan. Akibatnya, hadirnya ramadhan senantiasa dinantikan dengan penuh pengharapan. Sebaliknya bagi hamba yang kufur, ramadhan seakan “pengekangan bak penjara”. Akibatnya, ramadhan tak pernah dinantikan atau diharapkan. Bila ibadah puasa dilaksanakan, hanya sekedar melaksanakan perintah atau menggugurkan kewajiban. Ada pula segelintirnya, melaksanakan ibadah puasa ramadhan hanya karena malu dengan manusia lain semata. Bahkan paling parah tatkala ramadhan hadir tak pernah dianggap ada. Mereka secara sadar –bahkan terang-terangan– melakukan aktivitas makan dan minum dengan “angkuhnya” tanpa perduli mereka yang berpuasa. Seakan, panggilan Allah dijawab dengan keangkuhan dan sikap “menantang”. Sikap sombong yang melebihi kesombongan iblis yang telah dimurkai Allah.
Sungguh, akar pohon memiliki korelasi dengan ibadah ramadhan. Sebab, akar bagi hamba yang menyambut ramadhan adalah kepemilikan iman. Ada beberapa hubungan antara akar pohon dan puasa ramadhan. Adapun hubungkait keduanya antara lain :
Pertama, Ketika akar berfungsi mengalirkan nutrisi keseluruh pohon, maka iman mengalirkan nutrisi ketundukan dan kerinduan pada Allah keseluruh aktivitasnya. Hal ini sesuai firman Allah : “….. Sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan semesta alam” (QS. al-An’am : 162).
Bila akar menjadi faktor utama bagi pohon, maka iman merupakan pilar utama bagi gerak setiap hamba-Nya. Iman merupakan wilayah abstrak dan personal secara vertikal. Kadar keimanan hanya bisa terlihat melalui amaliah zahir yang berbuah pada akhlak dan ihsan yang tak bisa direkayasa secara horizontal. Iman zahir terlihat ketika hamba melaksanakan ibadah puasa dan amaliah di bulan ramadhan. Namun, kualitas iman batin akan menikmati nilai-nilai ramadhan dan berbekas pada karakter diri (ihsan) pasca ramadhan. Terjaganya konsistensi nilai-nilai ramadhan mampu membekas pada diri hamba antara ramadhan ke ramadhan. Bekas nutrisi iman yang mengalir keseluruh tubuh secara simultan dan konsisten (istiqomah). Ibadah yang selalu disembunyikan, bagai tersembunyinya nutrisi yang mengalir ke dalam tubuh. Sebab, ia hanya mempersembahkan buah keimanannya pada Allah semata. Ia tak ingin sesamanya mengetahui, sebab khawatir akan menghilangkan manisnya bersama dengan Sang Khaliq. Interaksi ini akan menghantarkan hamba meraih apa yang difirmankan Allah : ” …..orang-orang yang beriman itu lebih cinta (taat) kepada Allah” (QS. al-Baqarah : 165).
Kedua, Bila akar tertanam dalam tanah dan tak terlihat, maka demikian halnya iman. Iman tertanam dalam hati. Ia tak terlihat, namun sangat utama untuk penyangga amal. Bila akar tak terlihat, pertanda pohon akan kokoh. Namun, bila akar telah terlihat kepermukaan, maka pertanda pohon tak memiliki kekuatan. Demikian bila iman yang kokoh, tak muncul riya’ dalam ibadah. Namun, bila ibadah iman muncul terangkat kepermukaan oleh riya’ dan berhitung-hitung dengan Allah, pertanda iman tak memiliki nutrisi rindu dan malu pada Allah. Padahal, Allah tak pernah berhitung dengan hamba-Nya. Allah Maha Rahman atas seluruh makhluk, baik yang beriman mau pun yang kafir. Allah memberikan alam semesta ini semua yang dibutuhkan makhluk tanpa pandang bulu. Semua dianugerahkan Allah nikmat-Nya. Untuk itu, ibadah bukan untuk berhitung dengan Allah, tapi bentuk kesyukuran (terimakasih) dan kebutuhan hamba pada Allah atas kelemahan dan keterbatasan dirinya.
Bagai pohon berbuah lebat yang tak pernah berhitung pada akar, sebab akar tak pernah pamrih terhadap asupan nutrisi yang disalurkan pada buah. Tapi, buah lebat sebagai wujud terimakasih atas akar yang telah mengalirkan semua unsur kehidupan padanya. Buah yang disuguhkan pada seluruh makhluk (terutama manusia). Sementara akar senantisa sembunyi dalam tanah dan tidak riya’ atas kontribusinya.
Puasa dan rangkaian ibadah ramadhan seharusnya bukan untuk dipamerkan (riya’) agar dinilai memiliki keshalehan. Atau beribadah dengan berhitung amaliyah dengan Allah. Semua dilakukan sebatas ramadhan yang menyediakan amaliyah dilipatgandakan, namun tak membekas pasca ramadhan. Hal ini diingatkan Allah melalui firman-Nya :
“Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun” (QS. al-Mulk : 2).
Demikian riya’ menghancurkan amaliyah. Bagai rusaknya akar. Meski buah begitu lebat, namun buah akan rontok dan berjatuhan tak bisa memberi manfaat. Hal ini diingatkan Rasulullah melalui sabdanya : “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku khawatirkan pada kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya, “Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya”.” Allah ‘Azza Wajalla pada hari Kiamat ketika memberi balasan amal para hamba berfirman, “Pergilah kalian kepada mereka yang kalian riya’ di hadapan mereka ketika kalian berada di dunia lalu perhatikan apakah kalian mendapatkan pada mereka balasan?” (HR Ahmad).
Sungguh, sifat riya’ bagai seorang musafir membawa ember penuh berisi air. Namun, sifat riya’ pada diri membuat ember menjadi bocor. Sedikit demi sedikit (tapi pasti), tanpa disadari air bercucuran tumpah yang akhirnya air dalam ember habis tak menyisakan setetespun. Meski publikasi perlu untuk tujuan menumbuhkan motivasi bagi sesama, namun kunci erat hati dengan ikhlas dan tawadhu’. Bila kunci terbuka atau sengaja dibuka, maka akan muncul ta’jub yang menghadirkan riya’ dan ujub. Padahal, puasa menghadirkan misi merasakan nikmat menyimpan rahasia bersama Allah. Sebab, puasa menghadirkan diri membawa rahasia puasa (beserta seluruh amaliyah) bersama Ilahi, tanpa seorang pun yang tau dan perlu diberi tau. Hal ini disampaikan Allah melalui hadis qudsi : Dari Abu Hurairah RA berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketiga, Kualitas akar terlihat pada pohon dan buah yang dihasilkan. Tumbuhan yang sehat pertanda memiliki akar yang kuat. Akar yang mengalirkan nutrisi pada batang untuk menghasilkan buah yang manis dan ranum. Demkian pula terhadap manusia. Iman yang kokoh akan menghasilkan perbuatan (amaliah) yang mulia. Iman yang mengalirkan kerinduan dan malu pada Allah, tercermin pada karakter diri (akhlak) dan berbuah ihsan yang dirindukan Allah dan Rasul-Nya. Ihsan merupakan tingkatan buah tertinggi atas sehatnya akar iman dan kokohnya amaliah semata-mata untuk Allah. Ihsan merupakan buah dari iman yang istiqomah yang menghantarkan hamba menjadi muhsin, baik dalam munajat vertikal maupun komunikasi horizontal. Meski terkadang tersisa manusia yang menafikan atas tingkatan muhsin seseorang, namun seluruh isi alam akan menyaksikan dan bermunajat kebaikan untuk pemilik sifat ihsan. Pemilik buah ihsan akan mempertahankan ranum dan manisnya pendidikan ramadhan secara konsisten pasca ramadhan. Hal ini disampaikan Rasulullah melalui sabdanya : Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus radhiallahuanhu dari Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu . Jika kalian membunuh, maka berlakulah baik dalam hal tersebut. Jika kalian menyembelih berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian mengasah pisaunya dan menyenang-kan hewan sembelihannya” (HR. Muslim).
Demikian indah hamba yang memiliki sifat ihsan. Bukan hanya berlaku baik pada sesama manusia, tapi terhadap seluruh isi alam semesta. Semua terimplementasi atas kualitas iman (akar) yang kuat.
Sementara, bila akar iman tidak menjunam ke dalam totalitas diri, maka akan tumbuh pohon yang seakan sehat, namun di dalamnya terdapat sisi busuk yang berakibat tak mampu menghasilkan buah yang manis dan ranum. Akibatnya, pohon terlihat bagus, namun tak mampu menghasilkan buah berkualitas (ihsan). Bahkan, secara perlahan daun menguning dan rontok. Demikian manusia yang berpuasa, bila iman tidak kokoh dan tumbuh di tanah yang gersang (pamer), maka akan menghasilkan “ibadah syariat” tanpa “nutrisi hakikat”. Akibatnya, ibadah sebatas euphoria bagai daun yang rindang namun tanpa buah. Bahkan, setelah ramadhan siraman air keimanan yang tak sampai ke akar, berakibat “dedaunan puasa” rontok dan dahan-dahan ramadhan menjadi patah berjatuhan. Kondisi ini berakibat pohon ramadhan kembali seperti semula mencari nutrisi tumbuh sebagaimana awal pohon ditanam. Hal ini diingatkan Allah melalui firman-Nya : “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakan-lah salat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu ber-paling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang” (QS. al-Baqarah : 83).
Demikian indah dan jelas Allah sampaikan ayat-Nya pada manusia. Ayat tertulis dan terbentang mengajak manusia berpikir secara cerdas. Tak ada yang tersisa keraguan. Sebab, semua ciptaan-Nya mengandung firman-Nya yang sebenarnya sedang berdialog dengan hamba yang menikmati komunikasi dengan Sang Maha Pencipta.
Meski telah demikian kali puasa hadir sepanjang usia yang ada, namun hanya setiap diri yang tau kadar akar iman, kokoh syariat, rimbun amaliyah, dan manisnya ihsan yang mampu dimiliki. Walau akal dan lidah bisa menjawab dengan berbagai argumentasi dan retorika, namun dihadapan Allah dan jawaban hati sanubari tak pernah mampu untuk didustai.
Mumpung Allah masih memberikan peluang bersua kembali dengan ramadhan. Jadikan peluang ini untuk menghunjamkan akar iman menembus 7 (tujuh) lapis bumi agar tegak kokoh batang dan cabang-cabang amaliah dengan keikhlasan semata-mata karena Allah yang menembus 7 (tujuh) lapis langit. Akar iman yang kokoh menumbuhkan batang dan ranting amaliyah berdaun lebat, serta berbuah ranum dan manis yang aromanya tercium wangi sampai menembus sidratul muntaha. Alangkah bahagia dan beruntungnya derajat pohon yang demikian, semoga kita dan seluruh keturunan adalah pohon yang dimaksudkan, aamiin yaa robbal ‘aalamiin.
Wa Allahua’lam bi al-Shawwab.
Terbit di Kolom Betuah harian Riau Pos Online tgl. 27 Maret 2023