Oleh : Samsul Nizar
Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis
Tanpa mengecilkan kontribusi para atlit cabang olah raga lainnya pada perhelatan Sea Games 2023 yang dilaksanakan di Phnom Penh (Kamboja), atlit cabang olah raga sepak bola Indonesia memberi pelajaran berarti. Kemenangan yang diraih bukan sekonyong-konyong, tapi proses panjang yang telah dilalui di klub masing-masing. Bagaikan sebatang pohon durian, ketika panen bukan mutlak prestasi pemilik kebun durian saat berbuah, tapi kepiawaian sang penanam sebelumnya yang telah merawat dan memupuk pohon durian sehingga berbuah. Berbuahnya mengalami proses panjang dan akumulasi usaha banyak pihak sebelumnya. Demikian kemenangan sepak bola sea games 2023. Bukan sebatas medali emas yang diraih setelah 32 tahun lndonesia menanti emas dengan mengalahkan Thailand (5 : 2), namun makna disebalik kemenangan yang patut menyimpan pelajaran untuk dicerna bagi kehidupan, antara lain :
Pertama, Sosok pelatih berkualitas dan religius. Pelatih yang mumpuni secara teknis, religius, dan kokoh pada kearifan lokal (Indonesia). Akumulasi sosok demikian menjadi modal bagi keberhasilan amanah yang diemban. Hal ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW : “Apabila sebuah urusan (pekerjaan) diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka bersiaplah menghadapi hari kiamat” (HR. Bukhari).
Andai pelatih yang diamanahkan untuk membina tim sepak bola bukan pada yang ahlinya (demikian pula cabor lainnya), maka akan hancur apa yang diamanahkan. Andai penempatan pelatih cabang olah raga sea games dipraktekkan pada seluruh aspek kehidupan, maka negeri ini akan lebih baik dan memperoleh keberkahan. Namun, bila suatu urusan diserahkan dan dikelola oleh yang bukan ahlinya, maka negara yang besar akan roboh, apatahlagi pada urusan atau wilayah yang kecil. Ketika suatu urusan diserahkan pada sosok yang bukan ahlinya, pertanda kerdilnya diri pemberi amanah. Kekerdilan yabg disebabkan okeh “tangannya yang terbelenggu” oleh politik balas jasa (balas budi) dan kepentingan ashobiah keliru (salah) yang mengikat lidahnya. Akibatnya, terbangun mental phobia ketika berhadapan mereka yang berkualitas dianggap sebagai musuh dan perlu disingkirkan. Sebaliknya, menempatkan mereka yang tak mampu untuk mengurusi suatu urusan, tapi asal mau menuruti keinginan pemberi amanah. Akibatnya, kesalahan akan menjadi pembiaran dan nasehat pemilik kebenaran akan disingkirkan.
Pada dimensi lain, meski urusan (sepak bola sea games) telah diserahkan pada ahlinya, sosok tim pelatih tak lupa pada Allah. Ia sadar bahwa semua ikhtiar harus dikunci dengan penyerahan diri pada-Nya. Perilaku ini merupakan manifestasi atas firman Allah : “Kepadamu aku menyembah, dan kepadamu aku mohon pertolongan” (QS. al-Fatihah : 5).
Apa yang dipertontonkan tim pelatih merupakan fenomena unik dan semakin jarang terlihat di era modern, apatahlagi bila memperoleh nikmat (kemenangan). Sujud syukur secara kolektif setiap bola masuk ke gawang lawan, merupakan wujud penghambaan dan kesyukuran. Menghadirkan peran Allah atas semua hasil yang diperoleh, sekaligus membunuh sifat keangkuhan atas kehebatan diri. Sebab, tanpa kehendak-Nya, tak ada yang bisa dilakukan. Hal ini diajarkan Rasulullah melalui sabdanya : “Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang maha tinggi lagi maha agung” (HR. Bukhari).
Meski demikian jelas firman-Nya dan terang sabda Rasulullah, namun acapkali sulit terimplementasi dalam kehidupan. Apatahlagi bila sedang memperoleh nikmat, muncul keangkuhan diri. Allah seakan hanya hadir tatkala manusia ditimpa kesusahan, namun alpa ketika mendapat kesenangan. Seakan, kesenangan dan prestasi yang diraih hanya milik dan atas upayanya. Sungguh, sepak bola sea games 2023 mengokohkan kualitas komunikasi harmonis tim pelatih secara vertikal dan hotizontal.
Kedua, Pendamping (asisten) pelatih yang mumpuni dan berpengalaman. Sadar atas keterbatasan ketua pelatih untuk mengemban amanah besar, maka diperlukan pendamping tim pelatih yang berkualitas dan ahli dibidangnya. Pendamping yang mampu memberikan masukan cerdas dan bijak. Pendamping yang bekerja penuh karya, bukan sebatas pandai berkata tanpa bukti nyata. Sungguh tim pelatih yang mengimplementasikan firman Allah : “….Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…..” (QS. al-Maidah : 2).
Tim pendamping yang harmonis dengan keahliannya ikut memberi masukan dan nasehat untuk kebaikan. Untuk itu, wajar bila kebaikan pula yang diperoleh. Andai tim asisten hadir sebatas ada, pandai mengambil muka tanpa memberikan nasehat kebaikan yang cerdas, maka akan hancur perahu yang ada. Apatahlagi bila tim pendamping hanya “lihai mengampu”, mengumbar pujian pada ketua pelatih meski sebenarnya berupa kesalahan, pintar mengambil muka, membenarkan perilaku salah dan menyalahkan perilaku benar, atau bentuk kemunafikan lainnya, maka akan hancur apa yang akan dikerjakan.
Ketiga, Tim pendamping yang bersinergi (psikolog, kesehatan, spritual yang “menyuntik nilai religius, penjaga asupan gizi, dan lainnya). Ternyata, ketua pelatih tak hanya memerlukan tim pendamping pelatih untuk meraih kemenangan. Mereka didukung pihak lain yang acapkali berada dibelakang layar. Mereka jarang disorot media, tapi sangat menentukan keberhasilan kerja secara totalitas. Menilai sebagai keberhasilan kolektif ketika meraih keberhasilan dan kegagalan kolektif bila akhirnya mengalami kegagalan. Artinya, tak ada keberhasilan yang diraih tanpa kerjasama semua pihak. Jangan kecilkan kontribusi pihak lain. Sebab, keberhasikan merupakan akumulasi atas kerjasama dan kontribusi seluruh anggota tim. Meski amanah berbeda pada kuantitas, tapi kualitas kontribusi semua pihak tak bisa dipandang sebelah mata.
Keempat, Kehadiran negara. Negara jangan sampai bak pepatah “habis manis sepah dibuang”. Pembinaan dan penghargaan bukan sebatas ketika mereka produktif dan berhasil, tapi harus difikirkan kesinambungan masa depannya. Mereka telah mengharumkan nama negara dan mengibarkan bendera Merah Putih di seluruh dunia. Tak sedikit para “pahlawan” bangsa berakhir derita. Sementara, masih tersisa hadir mereka yang hanya memalukan dan “menjual” negera, serta “menginjak-injak” lambang dan hukum NKRI, namun hidup nyaman di negeri ini.
Kelima, Seluruh pemain memiliki satu tujuan untuk menjadi kebanggaan dan mengharumkan Indonesia. Semua pemain taat atas peran dan fungsinya di lalangan hijau secara profesional (bukan “pemain titipan” atau abal-abal). Semua menjaga setiap jengkal wilayahnya dengan tujuan yang sama dan pantang menyerah. Tak ada saling iri dan dengki. Penjaga gawang tak iri bila namanya tak dikumandangkan ketika penyerang mampu memasukkan bola ke gawag lawan. Semua lebur bahagia karena kemenangan dan keberhasilan merupakan milik bersama. Bahkan, pemain yang duduk di bangku cadangan ikut bergembira atas keberhasilan timnya. Tak ada yang berpangku tangan, tak ada yang iri hati, tak ada yang berhitung tenaganya lebih terkuras, atau lain sebagainya. Semua menyatu pada satu tujuan tanpa lupa tugas dan fungsinya. Semua ingin mengukir sejarah peradaban. Meski tak diperhitungkan secara statistik, tapi asa meraih kejayaan tak pernah pudar. Asa dan semangat mengangkat derajat dan marwah sepak bola Indonesia yang terbenam.
Namun, anehnya di luar lapangan hijau, tersisa segelintir yang hanya memikirkan diri sendiri (kolega) dan ingin pamer atas prestasinya dengan menutup peran orang lain. Seakan keberhasilan yang diraih adalah kerja keras dan prestasinya sendiri (zamannya), bukan kerjasama seluruh tim dan pihak lain sebelumnya yang ikut berkontribusi. Sungguh, tipikal manusia berpikir “bak katak di bawah tempurung”. Merasa paling hebat pada ruang terbatas, tanpa melihat sedemikian banyak kehebatan di luar tempurung.
Keenam, Pepatah mengatakan “bola itu bulat”. Sekecil apapun bisa terjadi. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya dan jangan putus asa menuju tujuan kebaikan. Rasulullah mengingatkan melalui sabdanya : “…Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain” (HR. Thabrani dan Daruquthni).
Demikian pemandangan semangat kebaikan yang ditunjuk-kan pasukan merah putih ketika berlaga di babak final sepak bola sea games 2023. Meski kemenangan sudah dipelupuk mata, jangan pernah lengah dan terus waspada. Meski kemungkinan waktu sudah hampir habis, teruslah berbuat kebaikan. Allah mengingatkan melalui firman-Nya : “… jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah…” (QS. Yusuf : 87).
Tak ada yang tau apa terjadi pada masa depan. Teruslah berikhtiar maksimal, munajat tanpa bertepi, ikat dengan tawakal pada-Nya. Tetap semangat dan tak ada yang mustahil. Tanam kebaikan meski dipenghujung kehidupan. Semua bisa terjadi bagi mereka yang dikehendaki-Nya.
Ketujuh, Dukungan dan doa seluruh rakyat. Sungguh, meski sepak bola dimainkan oleh 11 pemain, namun pemain ke-12 jangan dilupakan. Mereka adalah para penonton yang tanpa pamrih memberikan semangat seluruh tim. Bukan sebatas teriakan semangat menggema, seiring lantunan doa dipanjatkan. Semua lebur dalam satu perasaan dan cita-cita untuk mengharumkan nama negeri ini.
Dukungan penonton adalah simbol nasionalisme rakyat. Kesatuan perasaan hadir karena pelatih, pendamping pelatih, seluruh tim, negara, dan pemain memahami apa yang diinginkan atau diharapkan penonton (rakyat). Komunikasi yang dibangun seluruh tim mampu merajut harapan seluruh penonton. Jalinan perasaan yang sama mampu membangun tujuan dan emosi yang sama. Perasaan kebahagiaan dan kesedihan terkoneksi demikian erat. Demikian anggun harmonisasi yang dipertontonkan sepak bola antara seluruh tim, pemain, dan penonton. Mereka lebur pada satu perasaan dan tujuan. Tak ada sosok “pahlawan kesiangan” yang mengharap sesuatu. Bila hadir para “pahlawan kesiangan”, maka akan tegak harapan dan terbangun tradisi “aji mumpung”. Padahal, tak ada yang diperbuat untuk peradaban di negeri ini.
Berbeda bila tim dan pemain tak mampu berkomunikasi dengan penonton. Tim memandang paling berjasa, pemain menilai paling hebat, penonton sekedar melihat dagelan dengan kelucuan. Semua hadir dalam satu peristiwa, namun berbeda tujuan dan perasaan. Bila hal ini yang terjadi, maka kegagalan yang akan diraih.
Sungguh, perhelatan sepak bola sea games 2023 mampu hadir menyatukan keinginan dan tujuan tanpa sara, kepentingan politik, kemunafikan, penjilat, merasa paling berjasa, paling hebat, atau varian lainnya. Setelah perhelatan selesai, tak ada yang minta “kompensasi jabatan” atas apa yang telah diberikan. Semua terbayar ketika tujuan tercapai, sebab tujuannya adalah nama Indonesia dikumandangkan dan bendera Merah Putih berkibar megah diangkasa.
Sayangnya, peristiwa sepak bola sea games 2023 acapkali berbeda dengan realita di luar sepak bola (berikut cabor lainnya). Setiap teriakan terbersit keinginan, setiap perbuatan terkandung harapan, setiap puji terbayang pundi-pundi.
Euforia keberhasilan tim sea games, terutama cabang sepak bola perlu disyukuri dan dijadikan cermin bagi menata negeri ini. Apatahlagi bila di luar lapangan hijau hadir para cendekia yang seyogyanya cerdas menentukan sikap bijak, namun berperilaku sebaliknya. Jangan sampai para atlit yang mempertontonkan kedewasaan, namun kaum cendekia di luar lapangan hijau justeru mempertontonkan sikap kekanak-kanakan yang sedang memperebutkan mainan. Sikap yang memalukan ini seyogyanya perlu dihindari bila ingin membangun peradaban yang beradab. Selamat untuk para patriot sea games 2023. Banyak pelajaran telah diperlihatkan. Hanya menunggu realisasi atas semangat dan pelajaran pasca sea games. Sebab, sea games 2023 meninggalkan sejuta pelajaran untuk dijadikan pedoman dan semangat bagi membangun peradaban NKRI yang lebih gemilang.
Wa Allahua’lam bi al-Shawwab.
Terbit di Kolom Betuah harian Riau Pos Online tgl. 22 Mei 2023