Oleh : Saifunnajar
Dosen STAIN Bengkalis
Merujuk kepada Firman Allah SWT dalam surah al-Mumtahanah ayat 4 berbunyi :
ربنا عليك توكلنا واليك أنبنا واليك المصير.
Artinya : Ya Tuhan kami kepada Engkau kami bertawakkal, kepada Engkau kami bertaubat, dan kepada Engkau kami kembali.
Dalam Tafsir Al-Maraghi, jilid 10. halaman 43, dimaknai sebagai berikut : “Hai Tuhan kami, kami sandarkan kepada Engkau keputusan segala urusan kami (Tawakkal) Dan kami kembalikan kepada Engkau (Anabna) dengan bertaubat terhadap hal yang Engkau benci sehingga menjadi Engkau sukai dan Engkau redhoi. Dan kami kembali kepada Engkau pada saat kami dibangkitkan dari kubur, dan dikumpulkan ke tanah lapang sebagai tempat berhisab (Al-Mashiir)”
Apabila mengacu kepada tafsiran Syekh Mustafa Al-Maraghi ini, maka ketiga ungkapan kata pada ayat di atas memang memiliki pengertian yang berbeda, walaupun terjemahannya dalam bahasa Indonesia memiliki kedekatan dan kemiripan makna berserah diri dan kembali.
Ayat ini sehubungan doa Ibrahim untuk ayahnya. Dia berkata : “sesungguhnya aku memohonkan ampun bagimu, namun aku tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk mencegah azab dari Allah. Hai Tuhan kami kepadamu kami berserah diri (tawakkal) kembali bertaubat (Anaaba) dan kepada-Mu tempat kembali (Mashiir)”.
Ketika Ibrahim menyadari bahwa urusan memberi petunjuk beriman atau tidak beriman seseorang adalah hanya Allah dan milik SWT semata, termasuk ayah Nabi Ibrahim sendiri yang tidak mau mengikuti agama tauhid yang diajarkan anaknya, maka Ibrahim hanya bisa berserah diri kepada Allah. Kasus ini pun pernah terjadi kepada Rasulullah SAW., Nabi kita Muhammad SAW. Yang sangat berharap pamannya Abu Thalib yang sangat dicintai mampu melafazkan kalimat syahadat saat akan kematian pamannya Abu Thalib. Namun Abu Tholib tidak kunjung mengikuti ajakan Rasullah. Abu Tholib lebih memilih mempertahankan prinsipnya mengikuti agama nenek moyangnya, karena khawatir disesali oleh tokoh-tokoh orang kafir Quraisy. Abu Tholib ingin agar kaumnya merasa senang dengan sikapnya tetap dalam ajaran jahiliyah itu, yang akhirnya Abu Tholib meninggal dunia dalam kekufuran.
Ada tiga rangkaian kata yang diucapkan Nabi Ibrahim di akhir doanya yaitu :
- Tawakkal
Tawakkal menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah melakukan segala usaha secara optimal. Karena menyadari segala sesuatu terkabul hanya dengan izin Allah. Tawakkal meliputi dua hal yakni usaha, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah dengan penuh keikhlasan. Sesuai firman Allah Surat Al-Imran ayat 159 yang nerbunyi :
“Kemudian apabila kamu telah bertekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
Jadi apapun ibadah yang kita lakukan, kemudian hendak diserahkan kepada agar Dia menerima ibadah kita. Karena Allah tidak pernah absen dari mencatat apa yang dilakukan hamba-Nya, walau sekecil apapun.
- Anabna.
Kata Anabna berasal dari bahasa Arab (أناب) yang berarti kembali bertaubat kepada Allah. Kata ini sering digunakan dalam konteks menggambarkan tindakan seseorang yang kembali kepada Allah setelah melakukan dosa atau kesalahan. Anaaba (أناب) menunjukan proses taubat yang melibatkan penyesalan atas perbuatan yang salah, dan berusaha tidak mengulangi kesalahan tersebut. Konsep ini mencerminkan pentingnya kesadaran diri, penyesalan yang tulus, dan keinginan untuk memperbaiki diri.
- Al-Mashiir.
Dalam bahasa arab, “Al-Mashiir” berarti tujuan akhir. Atau tempat kembali. Dalam konteks Islam, istilah ini sering merujuk kepada kehidupan akhirat atau nasib akhir seseorang setelah kehidupan di dunia ini.
Proses kehidupan akhirat diawali kehidupan di alam kubur, kemudian dibangkitkan dari kubur, lalu kemudian proses berbangkit dari alam kubur. Al-Imam Abi Al-Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad Al-Zam Khasyari dalam kitab tafsirnya Al-Kasyaf, jilid 4, halaman 674, menceritakan pada saat proses bangkit dari kubur, manusia datang. menghadap Allah keadaan berkelompok-kelompok.
Sahabat Mu’az, bertanya kepada Rasulullah, Apa yang dimaksud manusia datang berkelompok (QS.An-Naba;18). Rasulullah menjawab, hai Muaz engkau menanyakan persoalan penting. Rasulullah menjelaskannya kepada Muaz sampai melelehkan air matanya. Nanti di hari kiamat kata Rasulullah akan dikumpulkan umatku menjadi 10 kelompok; ada yang diserupakan kera, ada yang diserupakan babi, ada yang kakinya di atas mukanya, ada yang buta, ada pekak dan bisu, ada yang lidah terjulur hingga dada, ada yang tidak bertangan dan tidak berkaki, ada yang tersalib, ada yang berbau busuk, ada yang berbaju aspal yang membakar kulitnya.
Kemudian Rasulullah menceritakan, bahwa di Padang Mahsyar tidak ada tempat berlindung, kecuali terhadap tujuh golongan ; Pemimpin yang adil, seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam ibadah kepada Allah, seorang pemuda yang hatinya selalu terikat dengan masjid, dua orang yang mencintai karena Allah; bertemu dan berpisah karena-Nya. Seorang pemuda yang diajak (berbuat keji) oleh wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, maka ia berkata: ‘Sungguh aku takut kepada Allah.’ Seseorang yang bersedekah kemudian ia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan tangan kanannya. Dan seseorang yang berzikir kepada Allah dalam keadaan sepi maka air matanya mengalir.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan penjelasan ini semoga kita dapat menjadikannya sebagai bahan panduan, dan peringatan. Bilamana kita dihadapkan pada kondisi sulit, tidak sesuai yang kita harapkan dalam kehidupan kita, tetaplah beribadah, sandarkan urusan kepada Allah, karena Allah mengetahui dan mencatat segala kebaikan, dan akan memberikan balasan serta perlindungan di saat tidak ada yang mempu memberikan pertolongan kepada kita. Aamiin. Allahu ‘Aklam bi showab.