Oleh : Saifunnajar Dosen STAIN Bengkalis
Perlu dimaklumi biasanya kemampuan rata-rata orang untuk tetap fokus dan mendengarkan pidato dengan penuh perhatian bisanya berkisar antara 10 hingga 20 menit. Setelah itu, konsentrasi cenderung menurun, dan perhatian bisa mulai berkurang.Oleh karena itu, penting bagi pembicara atau penceramah untuk memanfaatkan waktu awal pidato dengan baik untuk menarik perhatian audiens. Atas pertimbangan inilah barangkali khatib diingatkan oleh panitia masjid agar pesan khutbah jum’atnya disampaikan tidak melebihi dari waktu 15 menit. Tujuannya tidak lain untuk mengantisipasi jangan sampai jama’ah ketiduran mendengar khutbah.
Kalau pesan dalam bentuk ceramah biasanya membutuhkan waktu sampai dengan 60 menit, atau lebih panjang, maka salah satu upaya agar audiens terjaga perhatiannya, seorang penceramah yang mampu, mereka memasukkan pesan joke atau leluconnya beberapa kali di sela momen yang tepat. Sebagai bukti pesan lucu itu diterima, biasanya hadirin tertawa atau bertepuk tangan. Lalu apa saja manfaat penyampaian pesan ceramah dengan diselipkan bahasa lucu ini ?.
Cerita lucu memang memiliki daya tarik yang kuat bagi audiens. Menurut pencarian you.com setidaknya ada empat manfaat cerita lucu dalam ceramah. Sebagai berikut :
1. Menghibur dan Menciptakan Koneksi.
Cerita lucu dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, sehingga audiens merasa lebih dekat dengan pembicara.
2. Meningkatkan Mood.
Humor dapat meningkatkan suasana hati, membuat audiens lebih terbuka untuk menerima informasi yang akan disampaikan selanjutnya.
3. Mudah Diingat.
Cerita lucu cenderung lebih mudah diingat. Audiens akan mengingat pesan yang disampaikan karena dikaitkan dengan momen yang menghibur.
4. Mengurangi Kecanggungan.
Humor dapat meredakan ketegangan dan membuat audiens merasa lebih nyaman, sehingga mereka lebih fokus pada presentasi.
Salah satu penceramah yang sangat dikenal oleh masyarakat termasuk di media sosial saat ini adalah ustadz Abdul Somad. Dikenal dengan cara penyampaian ceramah dengan cerita atau kalimat joke/lucu yang membuat audiens nya semakin tertarik dan sekali-sekali diajak tertawa dengan ceramahnya.
Saya coba memberikan sebagian contoh ceramah ustadz Abdul Somad yang disampaikannya pada kesempatan di Pondok pesantren Darussalam Garut Jawa Barat, dua tahun yang lalu, sampai saat ini telah di tonton 647.093 pemirsa, melalu YouTube. Dalam kesempatan ini ustadz Abdul Somad berceramah di hadapan para Kiyai, guru dan santri Pondok Pesantren Darussalam Garut, yang memberikan motivasi sukses pendidikan bagi para santri.
Menurut ustadz Abdul Somad, sekarang banyak anak-anak orang kaya tidak berani hidup; Disediakan motor, disediakan TV, handphone, disediakan kamar, uang jajannya banyak. Pedenya luar biasa saat orang tuanya hidup. Kalau orang tua sudah tiada, Dia eror. Kenapa ?, karena tidak terbiasa hidup mandiri, tapi begitu kita masuk pesantren hidup dan siap mati.
Joke (lelucon) Ustadz Abdul Somad :
Penyakit yang paling mengerikan zaman Ini bukan covid. Apalagi emaknya covid, yaitu omicron.(Audiens tertawa).
Kritik sosial :
Penyakit yang mengerikan pada anak-anak sekarang, tidak bisa mengikat tali sepatunya. Kenapa begitu ?. Karena ketika si anak melihat sepatunya, diikatkan, ketika dia mau berangkat sekolah diantar, mau pulang dijemput, baru memukul perut sudah disiapkan makanan. Jadi masalah sekarang anak-anak tidak siap hidup.
Menurut ustadz Abdul Somad, Bagi nya pelajaran pertama yang dapat diambil dari mondok di pesantren adalah siap hidup.
Sekarang ustadz Abdul Somad dalam berceramah masuk ke dalam hutan belantara siap, dipukul ombak dihempas gelombang siap, diajak naik pesawat pribadi, tertidur siap, jadi ketika ditanya orang Ustaz punya keberanian ini di mana belajarnya. Kata ustadz Abdul Somad, kalau mau berani masukkan anaknya ke pesantren.
Anak-anak muda zaman sekarang baru melihat orang banyak mual. Baru ketemu orang asing mencret. Tapi anak-anak Pesantren sekarang beda sama Abdul Somad dulu. Kemarin waktu saya jalan-jalan ke rumah teman saya. Kata teman, Ini anak saya pak ustad, Kenapa pulang dari Pondok, semua hilang, sendalnya juga pulang nggak ada lagi kata dia. Kata ustadz Abdul Somad, saya nggak pernah gitu, nggak pernah hilang tiap hari. Terus!, saya ganti sendal baru.(Audiens tertawa).
Harus punya kepribadian yang berani, tapi saya berusaha nggak hilang gimana, saya masuk masjid sendal kanan diletakkan pojok sana, sandal kiri pojok sana, dua-duanya hilang, itu biasa.(Audiens tertawa).
Tapi adik-adik sekarang enak. Ustad Somad dulu waktu di pesantren nggak ada perempuan, laki-laki semua, ada perempuan walaupun tutup tirai, tapi dari celah-celah kan kelihatan !, Ada pondok laki-laki semua. Kalau mau melihat perempuan, lihat tukang masak di dapur belakang.(Audiens tertawa).
Kita dulu di pesantren perempuan nggak penting yang penting belajar, kalau terlintas di pikiran ingat cewek perempuan hilangkan. Kalian yang muda dan ganteng ganteng yang penting belajar aja, bahasa Arabnya mantap, bahasa Inggrisnya oke, berdisiplin, cakap berorganisasi, terbang sejauh mata memandang kalian akan pulang kembali ke sarang semua akan berharap kalian akan menjadi keluarganya.
(Santri berkata “Aamiin”).
Kritik sosial :
Anak-anak muda sekarang, krisis yang luar biasa. Krisis keteladanan.
Kapan terlambat masuk kelas cabut, nongkrong-nongkrong dengan teman, ngerokok, nggak ngerokok dibilang bencong, pakai sabu, pakai narkoba, cabut, pacaran, pakai motor knalpot nya di khitan (dipotong), Sana-sini ngabisin uang orang tua.
Maka bangga kita di pondok, diajarkan bukan bangga dengan harta orang tua. Karena anak-anak muda di luar sana, Bawa Motor, handphone punya tiga. Ketiga -tiganya nggak ada paket.(Joke, hadirin tertawa).
Ustadz Abdul Somad menceritakan pengalaman hidupnya, suka duka sekolah, dengan tujuan dapat dijadikan sebagai perbandingan bagi santri.
Ustadz Abdul Somad, berharap bisa kuliah dengan beasiswa, karena kemampuan orang terbatas. Kebetulan lulus ke al-Azhar Kairo. Oleh Departemen Agama dikirim pemberitahuan pakai pos. Ternyata ustadz Abdul Somad lulus dan diundang pelatihan bahasa Arab di Jakarta, selama dua bulan. Tepat pada tanggal 5 September tahun 1998, diberangkatkan ke Mesir.
Ustadz Abdul Somad menyarankan agar latihan bicara dan latihan mendengar, karena dosen di Mesir bicaranya cepat, seperti orang berkumur kumur, katanya. Zaman saya dulu untuk latihan mendengar susah katanya, harus nunggu jamaah haji bawa kaset nitip. Tapi adik-adik sekarang latihan mendengarkan maharatul istima’, listening mudah. Tinggal buka saja www.youtube.com mau dengar Syekh Yusuf Al qardhawi ada, mau dengar Syekh Ali jum’ah ada. Muhammad Said Al buthi ada, mau dengar para ulama Masjidil Haram sedang khutbah ada, mau mendengarkan para ulama al-Azhar ada. Jadi kalau dibandingkan enak, zaman Ustad Somad atau zaman adik-adik sekarang?. Sekarang semuanya serba tersedia untuk mendengarkan. Zaman dulu kalau mau baca koran, nunggu jamaah haji pulang dari pembungkus korma. Sekarang tinggal ketik saja di Google, www.aljazeera.com atau www.al-ahram.com sudah ketemu. Makanya kalau ada anak zaman sekarang nggak bisa bahasa Arab. Lebih baik kembali ke masa lalu. (Audiens tertawa).
Setelah tamat S1 pada tahun 2002. Ustadz Abdul Somad dapat beasiswa kuliah S2 ke Maroko, diterima di Darul Hadits al-Hasaniyah sampai selesai. Kemudian pulang ke Pekanbaru. Mula-mula ceramah audiens nya sedikit. Kemudian audiens penuh, pindah ke masjid Al-Falah jalan Sumatera Pekanbaru selama dua tahun
Kemudian pindah mengajar ke masjid Agung An-Nur, baru setelah itu ceramah di rekam di upload di YouTube.
Saya mendaftar S3 di Sudan tahun 2017.
Umur sudah 40 tahun di Omdurman Islamic University selesai tahun 2019 dengan disertasi judulnya
“Kontribusi Hadratus-Syaikh Muhammad Hasyim Asyari Dalam Bidang Hadits di Indonesia”.
Saya pun pulang diundang oleh Universitas Islam Sultan Sharif Ali di Brunei Darussalam diberikan visiting Professor sampai hari ini kemarin wa-nya baru masuk diperpanjang lagi sebagai visiting Professor di Universitas Islam Sultan Sharif Ali Brunei Darussalam.
Untuk lebih sempurnanya silahkan pembaca kembali mendengarkan rekaman di alamat YouTube di atas.
Allahu ‘Aklam bi Showab