STAIN Bengkalis (humas) Bengkalis – Masuki malam ke-4 Ramadhan, Ketua STAIN Bengkalis, Dr. H. Abu Anwar, M.Ag sampaikan tausyiah Ramadhan di Masjid Agung Istiqomah Bengkalis, Kamis Malam (14/03/2024).
Mengawali tausyiahnya, Dr. H. Abu Anwar, M.Ag menyampaikan :
إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.(QS.al-Hujurat:13).
“Taqwa, dalam bahasa Arab, berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah. Wiqayah berarti menjaga atau menutupi sesuatu dari bahaya. Harapan kita, ketakwaan itu terealisasi dalam kehidupan muslim, karena bertakwa kepada Allah, yang utama, bagi muslim untuk menjaga atau untuk menutupi dan menghindari bahaya yang besar. Jaminan Allah bagi orang-orang yang bertaqwa adalah diberikan jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi, dimudahkan rezeki dari jalan yang tak pernah terduga oleh manusia (QS.al-Thalaq:2), urusannya dimudahkan (QS.al-Thalaq:4; al-Lail:5-7), dicintai oleh Allah (QS.Ali Imron:76), dihapus kesalahan dan dilipatgandakan pahalanya (QS.al-Thalaq:5). Oleh karena itu jangan kita jadikan puasa kita menjadi sia-sia.” Demikian yang disampaikan oleh Dr. H. Abu Anwar, M.Ag didepan jamaah Masjid Istiqomah Bengkalis.
Lebih lanjut beliau menyampaikan beberapa hal yang dapat membatalkan puasa.
“Sebagai ummat Islam yang baik hindarilah hal-hal yang membuat puasa kita menjadi sia-sia dan pada akhirnya tidak dapat puasa kita tidak dapat meraih taqwa. Ada dua hal yang dapat membatalkan puasa sihingga puasa yang dilkukan menjadi sia-sia, yaitu Muhbithat dan Mufathirat.”
Muhbithat, yaitu hal yg membatalkan pahala puasa (puasa sah dan tidak wajib qadha, tapi tidak dapat pahala) hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah,
كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطش
“betapa banyak orang yang berpuasa tapi hanya mendapatkan rasa lapar dan haus karena puasanya (tanpa mendapat pahala)”.
خَمْسٌ يُفْـطِرْنَ الصَّائِمَ: الْكَـذِبُ، وَالْغِيْبَةُ، وَالنَّمِيْمَةُ، وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ، وَالْيَمِيْنُ الْكَـاذِبُ
“5 hal yang membatalkan pahala puasa: kebohongan, ghibah, adu domba, melihat dengan syahwat dan sumpah palsu”.
- Berbohong, (termasuk menyebar berita hoax pada media sosial). Berbohong adalah menyatakan sesuatu yang tahu tidak benar atau bahwa orang tidak jujur. Ada beberapa bentuk Kebohongan, antara lain yang pertama Berdusta dan Saksi Dusta yang berarti mengatakan yang tidak benar untuk menyesatkan. Dusta adalah pelanggaran paling serius terhadap kebenaran. Berdusta berarti berbicara atau berbuat melawan kebenaran untuk menyesatkan orang yang mempunyai hak untuk mengetahui kebenaran. Kedua, Rekayasa atau Manipulasi yang berarti menyiasati atau mengarahkan orang lain ke suatu tujuan yang menguntungkan dirinya sendiri, meskipun barangkali orang lain merugi. Rekayasa dan manipulasi bersifat mengelabui. Ketiga, Menginformasikan atau melaporkan sesuatu dengan prinsip “Asal Bapak Senang” (ABS). Asal Bapak Senang (ABS) adalah kata-kata dan sikap manis yang dilakukan hanya sekadar untuk menyenangkan atasan, meskipun jauh dari kebenarannya. Kata-kata dan sikap itu hanyalah formalitas belaka. dan Keempat, Fitnah dan Umpatan. Fitnah dan umpatan ini sangat jahat, sebab yang difitnah tidak hadir dan tidak selalu mengetahuinya sehingga sering kali tidak dapat membela diri. Fitnah dapat berkembang tanpa saringan.
- Ghibah, yaitu membicarakan tentang keburukan saudara sesama muslim meski perkataan tersebut benar. ghibah mirip dengan gosip, fitnah, dan buhtan. Ghibah dapat berbentuk apa saja yang tidak disukai oleh orang yang dibicarakan.
- Namimah, mengadu domba antara orang satu dengan yang lain. Yaitu perilaku mencari kesalahan orang lain dan menyebarkannya dengan maksud agar terjadi pertikaian atau dapat disebut adu domba. Namimah bisa juga diartikan sebagai adu domba, sedangkan pengertian namimah menurut istilah adalah melakukan perbuatan yang dapat mengadu domba dua orang atau kelompok, sehingga terjadi permusuhan dan saling membenci.
- Melihat kepada sesuatu yang haram, juga sesuatu yang halal, tapi dengan pandangan penuh syahwat, dan ia menikmati pandangan tersebut. Syahwat adalah nafsu yang dimiliki oleh manusia tapi juga dimiliki oleh hewan. Namun Allah swt memberi manusia syahwat, tapi juga memberinya akal dan ilmu yang urgen untuk mengendalikan nafsu tersebut.
- Sumpah palsu. Sumpah merupakan suatu perbuatan yang sakral dengan beberapa perkataan yang menunjukkan keseriusan sesuatu yang dikatakan itu. Untuk membuat lawan bicara semakin percaya dengan orang yang mengucapkan sumpah tersebut maka sumpah itu dipalsukan.
Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.)QS.al-Hujurat:11).
Sementara itu, hal yang dapat membatalkan puasa yang bersifat Mufathirat (puasa tidak sah dan wajib qadha) yakni :
- Murtad, keluar dari Islam dengan niat, baik perkataan atau perbuatan, meski hanya sebentar.
- Haid dan Nifas, meski hanya sebentar.
- Gila, meski sebentar.
- Mabuk atau pingsan. Menurut Imam Romli jika tak sadarkan diri sehari penuh, maka membatalkan puasa. Tapi jika tersadar sebentar, maka tidak batal. Menurut Ibn Hajar jika mabuk atau pingsannya disengaja, maka batal, meski hanya sebentar.
- Jimak (berhubungan badan) jika sengaja, tau keharamannya, dan tidak dipaksa.
- Masuknya benda (‘ain: sesuatu yang bisa terlihat kasat mata) melalui manfadz maftuh (lubang alami pada organ tubuh manusia) ke jauf (dalam tubuh). Manfadz maftuh diantaranya mulut, hidung, telinga, qubul dan dubur dengan sengaja. Mata, menurut Imam Syafii tidak termasuk manfadz maftuh. Masuknya benda ini tidak membatalkan jika lupa, dipaksa atau ketidaktauan yang ditolerir.