Oleh : Samsul Nizar
Guru Besar STAIN Bengkalis
Eksistensi parfum seakan tak bisa dilepaskan sebagai kebutuhan manusia. Sebab, secara naluriah manusia ingin jasmaninya tampil harum dan wangi. Namun, kehadiran parfum hanya mampu menjaga tubuh tetap wangi dalam waktu terbatas. Hanya untuk menjaga jasmaninya tetap wangi, berbagai cara dan upaya dilakukan. Bahkan, manusia tak peduli harus membayar mahal, terutama untuk membeli parfum (wewangian) yang bisa menutupi busuknya diri. Sungguh, eksistensi parfum telah menunjukan kesadaran diri bahwa :
Pertama, Manusia pada hakikatnya merupa-kan makhluk yang busuk. Dalam ilmu mantiq, penggunaan parfum secara sadar merupakan pengakuan manusia atas busuk dirinya.
Untuk itu, ia berupaya menutupi bau busuk pada tubuhnya. Sebab, secara biologis, ketika manusia mati dan menjadi bangkai, maka bangkai yang paling busuk di muka bumi adalah tubuh manusia.
Dalam ilmu biologi, makhluk mengeluarkan aroma bau disebabkan zat senyawa yang tidak stabil. Sementara, manusia merupakan makhluk yang berpotensi melepaskan banyak senyawa tak stabil. Ketidakstabilan pada umumnya timbul dipengaruhi oleh faktor kesehatan. Namun, kajian biologi lebih fokus pada organ jasmani. Sementara dalam Islam, aspek kesehatan manusia meliputi jasmani dan rohani. Untuk itu, Rasulullah SAW mengingatkan urgensi kesehatan, terutama aspek rohani. Sebab, faktor yang dominan mempengaruhi kesehatan manusia ada pada rohaninya. Hal ini termuat melalui sabdanya : “Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu” (HR. Bukhari dan Muslim).
Melalui hadis di atas, para ilmuan melakukan kajian terhadap para pasien yang terganggu kesehatan mentalnya. Dari penelitian tersebut, ternyata kesehatan mental yang terganggu dapat mempengaruhi terhadap keseluruhan diri manusia, baik perasaan, pikiran, kelakuan, dan kesehatan jasmaninya. Bila mental (rohani) mengalami gangguan pada tingkatan kronis, maka akan berakibat pada penyakit jiwa (psychoses). Ternyata, tak sedikit manusia yang sehat jasmani dan fungsi organ tubuhnya, namun hati (makna isi batin) mengalami sakit (kerusakan). Berbagai penyakit (sifat) ada pada dirinya, seperti rakus, zalim, dengki, iri, munafik, fitnah, bergunjing, sumpah palsu, dan varian lainnya.
Meski kajian kesehatan manusia masih pada tataran klinis normatif, namun bila penelitian tersebut dianalisa, terlihat korelasi atas kebenaran hadis di atas. Korelasi bahwa ketidakstabilan senyawa timbul disebabkan kualitas kesehatan manusia. Sementara kesehatan utama ada pada hatinya (kalbu). Semakin hati mengalami kerusakan, maka semakin nyata sifat buruknya. Bila gumpalan sifat buruk diri (hati) semakin mengkristal, maka aroma baunya akan semakin busuk menyengat.
Lihat perbandingan para ulama hakiki yang hatinya suci dengan adab. Sebab, ketika ia sandarkan diri pada akhlak Rasulullah, maka senyawa pada tubuhnya akan stabil. Meski ia telah wafat ratusan tahun, aroma wangi tubuhnya tak mengundang ulat untuk menyentuhnya. Sebab, hati mereka selalu bersama Allah dan Rasul-Nya. Hal ini membuktikan kemuliaan Rasulullah SAW dan kebenaran ajaran yang dibawanya. Tak berlebihan bila Anas bin Malik RA pernah berkata : “Tidak pernah aku mencium aroma parfum ambar, misk, dan parfum yang lebih harum daripada keringat Nabi. Dan aku tidak pernah menyentuh sutra yang lebih lembut daripada menyentuh (kulit) Rasulullah” (HR. Muslim).
Demikian wangi aroma tubuh Rasulullah SAW sebagai hamba pilihan-Nya. Sebab, kesucian jasmani dan rohaninya yang terjaga. Kondisi kesehatan ini berdampak pada kestabilan metabolisme senyawa pada jasmani dan rohaninya yang memunculkan aroma harum mewangi. Berbeda dengan manusia yang jasmaninya diberi asupan (zat atau sifat) yang haram dan hatinya bersemayam iri, dengki, zalim, khianat, pendusta, serakah, dan varian lainnya. Meski ketika hidup ia selalu memakai parfum paling wangi dan mahal, namun ketika parfum hilang wanginya, maka tersisa bau busuk menyengat. Apatah lagi bila kelak ia mati. Hanya tersisa bau aslinya yang sangat busuk menyengat. Sebab, jasmani dan rohaninya menyebabkan ketidakstabilan senyawa pada tubuhnya.
Akibatnya, ia akan mengeluarkan bau busuk yang menyengat. Tak ada yang sanggup menghampiri, kecuali hanya ulat dan belatung belaka.
Kedua, Parfum merupakan upaya manusia agar jasmaninya beraroma wangi. Namun, wanginya hanya bersifat sementara dan tak abadi. Melalui parfum, manusia secara tak disadari telah mengakui kebusukan diri dan sedang berupaya menyembunyikan (kamuflase) bau aslinya. Dengan memakai parfum, ia merubah aroma wangi jasmani-nya, padahal sebenarnya beraroma busuk.
Sungguh, aroma wangi secara hakikat hadir ketika manusia sehat rohaninya dengan zikrullah dan memakaikan jasmaninya dengan pakaian adab (akhlak). Melalui kesucian hati dan kecerdasan akalnya, ia akan selalu membawa dan menawarkan bangunan peradaban yang rahmatan lil ‘aalamiin. Hal ini akan membedakan aroma wangi syariat (jasmani melalui parfum) dengan aroma wangi hakikat (adab, kesucian hati, dan kecerdasan akal). Sebab, aroma wangi jasmani (syariat) akan bisa tercium oleh semua orang disekitar, tapi ruang lingkup-nya yang terbatas. Pada tataran ini akan terlihat perbedaan yang signifikan aroma kualitas parfum yang dipakai. Semakin tinggi kualitasnya, semakin menyebarkan aroma wangi yang luas. Namun, ketika kualitas parfum semakin rendah, maka aromanya akan terbatas atau berkurang.
Sementara wanginya hakikat diri lebih bertahan lama. Aromanya hanya bisa tercium oleh manusia yang wangi (suci) pula. Wajar bila aroma wanginya tak akan mampu tercium oleh manusia yang kotor dan hidung yang tersumbat oleh aroma materi. Andai pemilik aroma wangi hakikat berada pada komunitas manusia yang kotor, bau, dan hidung yang tersumbat, maka kehadiran aromanya tak akan tercium dan menarik perhatian.
Manusia Pilihan
Bagi manusia yang memiliki aroma wangi pada dirinya, maka ia tak pernah mencium aroma busuk pada diri setiap makhluk yang dijumpainya. Justeru, ia akan selalu mengharumkan setiap manusia lain yang mendekati, bak konsumen berdekatan dengan penjual parfum. Pemilik aroma wangi yang demikian akan berusaha menyebarkan aroma harum dan mencari sisi kemuliaan di tengah kebusukan yang menyengat. Hal ini dapat dilihat pada adab nabi Isa AS ketika menemukan bangkai seekor anjing. Ketika itu, para sahabatnya berkomentar, “alangkah busuknya bangkai anjing ini”. Mendengar ucapan tersebut, nabi Isa AS berkomentar, “alangkah putihnya gigi yang dimiliki anjing ini.” Demikian adab nabi Isa AS. Ketika melihat kekurangan (aib) makhluk, maka ia akan mencari dan melihat kelebihan makhluk tersebut. Upaya ini akan membuat diri akan terhindar dari prilaku merendahkan, membuka aib, dan menzalimi sesamanya.
Begitu pula adab yang diperlihatkan oleh Rasulullah SAW. Ketika beliau dan sahabat berpapasan dengan rombongan yang membawa jenazah, Rasulullah berdiri. Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, itu jenazah Yahudi. Namun, Rasulullah SAW menjawab, ‘Apabila engkau melihat ada jenazah (siapa pun), maka berdirilah (untuk menghormatinya)” (HR. Bukhari).
Apa yang ditunjukan oleh nabi Isa AS dan tauladan dari nabi Muhammad SAW wujud hamba-Nya yang memiliki jasmani dan rohani yang harum mewangi. Berbeda dengan manusia tanpa adab dan jiwa yang kotor (bau). Ia hanya mencium aroma wangi dirinya atau sekitarnya. Sedangkan terhadap manusia lain akan dipandang hina dan beraroma busuk. Bila busuk tak ditemukan, ia akan mencari sisi aib lain yang dinilai busuk. Namun, andai busuk berasal dari sosok yang menjadi sumber ketergantungannya, meski busuk menyengat, tapi akan dikatakan harum semerbak. Kemunafikan menilai tatkala “sumber ketergantungan” menjadi tempat bergantung. Namun, bila “dahan” telah patah, maka ia akan menutup hidungnya dan menyisakan cibiran. Demikian sifat manusia penuh kepentingan. Sungguh, ia telah menjadikan dirinya bak pemilik sumber kebusukan yang melebihi busuknya bangkai. Karakter manusia seperti ini hanya ingin dihormati dan dihargai, tapi tak pernah mau menghormati dan menghargai orang lain. Ia hanya tampil beraroma wangi sebatas untuk menutupi busuk yang sebenarnya.
Sungguh, memakai wewangian merupakan sunnah Rasulullah SAW. Hal ini merujuk pada hadis dari Aisyah RA, bahwa : “Aku memakai-kan Rasulullah SAW dengan minyak wangi terbaik yang beliau dapati, sehingga aku dapatkan bekas wangi di rambut dan jenggotnya” (HR. Bukhari).
Rasulullah SAW selalu memakai wewangian, terutama pada hari jumat. Hal ini merujuk pada sabdanya : “Hari ini (jumat) adalah hari raya yang dijadikan Allah SWT untuk umat Islam. Siapa yang ingin melaksanakan shalat jumat, hendaklah mandi, memakai wangi-wangian (kalau ada), dan menggosok gigi (siwak)” (HR. Ibnu Majah).
Merujuk hadis di atas terlihat bahwa memakai wewangian (parfum) merupakan sunnah Rasulullah SAW yang perlu ditiru dan diikuti. Sebab, dengan berpakaian bersih dan zahir yang wangi, maka akan memberi kesan kesucian dan memberi kenyamanan bagi diri dan orang sekitar. Sunah ini dilakukan agar tak menimbulkan fitnah dalam berinteraksi. Wewangian jasmani seiring upaya untuk mensucikan jasmani dan rohani agar beraroma wangi. Jika rohani dikotori dan dibiarkan membusuk, maka ia akan menjadi sumber aroma busuk yang tak mampu ditutupi parfum yang dipakai.
Untuk itu, meski memakai wewangian merupakan sunnah Rasulullah, tapi jauh lebih utama bila mampu mengoleskan wewangian pada perilaku dan rohanimu dengan “aroma adabnya Rasulullah”. Sebab, aroma wanginya akan mampu membelah bumi dan melejit tinggi menembus langit. Ketika wewangian beradab dijadikan sebagai parfum diri, maka parfum jasmani sebatas pelengkap diri (asesories), bukan wewangian rohani yang utama (hakiki).
Alangkah mulia manusia pilihan-Nya. Ia hadir dengan anugerah keistimewaan yang berselimut adab mulia. Hadirnya senantiasa menyebarkan semerbak aroma wangi yang mengharumkan diri dan ruang peradaban. Sungguh, pilihan jalan menuju wewangian hakiki telah ditunjukkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun, semua tergantung pada setiap diri untuk memilih jenis aroma wangi “parfum” yang mau dioleskan pada tubuhnya.
Wa Allahua’lam bi al-Shawwab
Terbit di Kolom Betuah harian Riau Pos Online tgl. 29 Juli 2024