Oleh : Dr. H. Abu Anwar, M.Ag (Ketua STAIN Bengkalis)
Puasa merupakan amal sirri yang tidak diketahui oleh orang lain kecuali Allah dan pelaku puasa itu sendiri. Puasa tidak hanya menahan diri dari makan, minum, dan segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa tetapi dalam berpuasa juga melatih pelakunya agar dapat mengontrol dan mengendalikan diri atau self-control. Self control itu harus dilaksanakan oleh pelaku puasa yang yang didasari iman kepada Allah. Tanpa iman yang menyertai pelaku puasa maka puasa yang dilakukan akan menjadi sia-sia. Ucapan Nabi tentang banyaknya orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja adalah karena self control yang rendah atau ketiadaan self control sama sekali.
Kemampuan melaksanakan self control atau pengendalian diri secara baik dan benar merupakan satu potensi kekuatan untuk hidup bersama dengan orang lain dan sikap yang kompetitif.
Makan, minum, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa tentu dibutuhkan self control atau pengendalian diri yang ketat baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Pengendalian makan dalam ajaran Islam harus yang halalan thoyyiba. Bagi orang berpuasa waktu makanpun dikendalikan. Selain akan berakibat tidak baik. Tentu tidak selamanya apa yang kita makan merupakan hal yang dibutuhkan tubuh, tidak sedikit orang tidak memperhatikan kalori dalam tubuh, padahal kalori berlebihan akan menjadi beban yang mengganggu kesehatan, seperti kelebihan gula darah, kelebihan kolesterol, kelebihan asam urat dan sebagainya yang bisa berpotensi menjadi penyakit.
Selain mengendalikan pola makan, dalam puasa juga perlu pengendalian diri dari ucapan dan tindakan. Martabat orang bukan dinilai dari jabatan, kekayaan dan harta benda yang melimpah, tetapi martabat seseorang dinilai dari ketulusan ucapan, kejujuran perbuatan dan kesalehan perilaku dirinya. Puasa membangun perilaku, menata jiwa, pendewasaan diri, menjauhkan perilaku perilaku negatif, menghindarkan hati yang temperamental emosional. Dalam Hadits Rosululloh SAW menyatakan “orang berpuasa tanpa meniggalkan ucapan dan perbuatan kotor, maka ia tidak mendapat apa-apa kecuali mendapatkan lapar dan dahaga”.
Self Control atau mengendalikan nafsu merupakan pendorong dan penggerak kegiatan hidup manusia, dorongan nafsu ini selalu dikendalikan oleh nafsu ilahiyah dan nafsu syaithoniyah. Nafsu ilahiyyah merupakan nafsu atau kemauan yang mendapat cahaya ilahi robbi, aktivitasnya sejalan dengan tuntunan agama. Nafsu ilahiyah ini yang diharap tumbuh pada setiap pelaku puasa sebagai salah satu tanda taqwa.
Sebaliknya nafsu syaithoniyyah merupakan kemauan yang menyimpang dari tuntunan agama, atau kemauan yang berlebihan melebihi dari tatanan kewajaran agama. Puasa Romadhan yang dijalani mengajak agar makan yang kita lakukan, hidup yang kita jalani, kegiatan yang kita kerjakan selalu mengikuti petunjuk ilahiyah, mendasarkan petunjuk Tuhan dengan menggunakan tatanan Islam, serta meminimalisir aktivitas-aktivitas yang dikendalikan oleh nafsu syaithoniyyah.
Nafsu sebagai pendorong kehidupan dan penggerak aktifitas hidup seseorang akan menjadi bahaya apabila dilepas secara liar, tanpa pengendali agama. Puasa mengajak dan mendidik kita self control atau mengendalikan nafsu supaya terarah dan sejalan dengan hidayah Allah.
Disampaikan pada : Ceramah subuh di Mesjid Parpurna Al-Muhajirin, Tobekgodang, Binawidya, Pekanbaru.
Jum’at, 11 Ramadhan 1445 H / 22 Maret 2024 M.