Oleh : Saifunnajar (Dosen IAIN Datuk Laksemana Bengkalis)
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri.” (QS. Al-Isra: 7)
Orang bijak juga mengatakan, “Jika kamu berbuat baik, maka kebaikan itu kembali kepadamu.” Sebaris kalimat sederhana, namun dalam maknanya. Kebaikan laksana benih. Ia tak pernah sia-sia meski ditanam di tanah yang gersang. Meski tak tampak tumbuh hari ini, kelak ia akan mekar entah di mana, entah kapan. Barangkali bukan dari tangan yang kita tolong, bukan pula dari wajah yang kita senyumi. Tapi Allah SWT, Tuhan semesta Alam punya cara yang rahasia untuk mengembalikannya.
Pernahkah kamu menolong seseorang tanpa alasan? Sekadar karena hatimu merasa, “Ini yang harus aku lakukan.” Lalu, di waktu yang jauh setelahnya, ketika kamu dalam gelap dan tak tahu jalan pulang, tiba-tiba cahaya datang dari arah yang tak kau sangka. Begitulah kebaikan bekerja: diam-diam ia mencatat, lalu pulang ke rumah ke hatimu.
Kebaikan bukan tentang pujian, bukan pula tentang balas jasa. Ia seperti aroma bunga yang tak meminta hidung untuk menciumnya. Ia adalah harta yang tak kau simpan di dompet, tapi menempel erat dalam langkah hidupmu. Semakin kamu memberi, semakin hatimu lapang. Semakin kamu ikhlas, semakin jiwamu tenang.
Jadi, jika suatu hari kau merasa usahamu sia-sia, bahwa kebaikanmu tak dihargai, ingatlah ini: kebaikan adalah warisanmu untuk dirimu sendiri. Dunia mungkin lupa, manusia mungkin tak tahu, tapi Allah mencatat. Dan hatimu akan merasakannya seperti angin sejuk yang datang tanpa undangan, menghapus penat dari perjalanan panjang.
Sebab kebaikan, meski tak tampak hasilnya hari ini, pasti akan pulang. Dan saat ia pulang, ia membawa ketenangan, membawa cahaya, membawa keberkahan, perlindungan, atau doa-doa rahasia yang menjaga langkahmu.
Maka jasa itu selalu kembali kepada siapa yang menanamnya.
Ya, kebaikan itu, sejatinya, selalu kembali kepada siapa yang menanamnya.
وَیُطۡعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسۡكِینࣰا وَیَتِیما وَأَسِیرًا .
إِنَّمَا نُطۡعِمُكُمۡ لِوَجۡهِ ٱللَّهِ لَا نُرِیدُ مِنكُمۡ جَزَاۤءࣰ وَلَا شُكُورًا
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.
(Sambil berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih darimu”. QS. Surat Al-Insan: 8-9)
Allah memberikan contoh pertolongan dalam bentuk konsumsi makanan kepada mereka yang membutuhkan. Tentu memberi makanan disini bisa diartikan apa saja bentuk barang kesayangan kita lalu diberikan pada memerlukan, jangan bertujuan mengharapkan pujian atau ucapan terima kasih dari penerima, namun ikhlaslah mengharapkan Redho Allah karena khawatir kesulitan di hari pembalasan yang mana orang pada berwajah masam dan kesulitan. Namun Allah memberinya dengan keceriaan dan kegembiraan. Biasanya keceriaan dan kegembiraan itu datang bukan di waktu jangka panjang di akhirat, tapi diwaktu jangaka pendek juga di dunia sudah kita dapatkan.
Ada contoh pengalaman yang saya rasakan. Saya punya keinginan berangkat haji yang menggebu, namun tidak kesampaian karena belum istitho’ah secara finansial. Adalah teman saya H.Rusli namanya, berkali-kali berangkat haji (dulu belum dibatasi) karena punya Kelompok Bimbingan Haji (KBIH). Aku bertanya pada bapak Haji Rusli bagaimana bisa terkabul pergi haji seperti bapak haji. Apakah ada doa khusus. Dia menjawab ; “Doa khusus tidak ada namum berusaha sesuai dengan profesi kita. Saya orang Swasta, inilah yang bisa saya lakukan mendirikan KBIH. Kalau anda pengawai negeri ya jadi panitia pemberangkatan haji”. Kebetulan memang saya pegawai Kementerian Agama Kabupaten Indragiri Hilir waktu itu, mungkin ada dua atau tiga kali ikut mengantar calon jamaah haji dari Tembilahan ke Pekanbaru menuju Medan. Setelah itu saya pindah ke Kanwil Agama di Pekanbaru, saya menjadi anggota piket malam di Kanwil selama jamaah haji di tanah suci. Pada tahun 2003 Embarkasi haji di bangun di Batam, ada dua kali saya panitia pemberangkatan dan pemulangan haji di Batam sebagai Kasubag tata-Tata Usahanya. Disaat itulah saya mengantar calon jamaah haji ke Bandara Hang Nadim, Melepas keberangkatan jamaah sambil bertanya di hati kapan lagi giliran saya berhaji ini, namun belum ada tanda jawaban. Barulah tahun 2007 jawaban datang melalui tes Calon Tim Pimpinan Haji Indonesia (TPHI) mewakili Kemenag Kota Pekanbaru waktu itu saya sebagai Kasubbag Tata-Tata Usaha. Alhamdulillah dinyatakan lulus. Berangkatlah saya membawa jamaah dari Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Kuantan Singingi. Pada tahun 2012, lima tahun kemudian saya mendapat amanah lagi sebagai Tim Pembimbing Ibadah Haji (TPIH). Membawa Jamaah dari Kabupaten Indragiri Hilir seluruhnya.
Benarlah kata bapak Haji Rusli, Usaha untuk mencapai Haji setelah berniat dan doa agar berusaha sesuai Profesi masing-masing.
Dari tahun 1995 saya bercita-cita naik haji, barulah tahun 2006 dipanggil Allah SWT atas nama petugas haji. Sebuah penantian yang membutuh kesabaran.
Benarlah firman Allah menjanjikan setiap setelah kesulitan datanglah kemudahan.
Setelah itu saya beberapa kali oleh travel haji Muhibbah jalan Kartini Pekanbaru menunjuk untuk menjadi leader Jamaah Umroh.
Subhanallah, Allahu A’klam bi Showab.