Oleh :
Dr. H. Saifunnajar, MH
Ketua Rumah Moderasi Beragama STAIN Bengkalis, Dan Anggota Pengurus FKUB Provinsi Riau
Setiap zaman ada masanya, demikian pepatah mengatakan. Kalau diperhatikan setiap perubahan periode kepemimpinan di Kamenag, selalu mewariskan kebijakan khususnya kerukunan. Jika dirunut mulai sejak awal merdeka sampai pada era reformasi. Apa kebijakan orde lama di bidang kerukunan ?. Antara lain lahirnya penetapan Presiden Nomor 1/PNPS/1965. Tentang Pencegahan Penyalah gunaan dan/atau Penodaan Agama. Pada penetapan ini juga berisi kebijakan dan pengakuan terhadap agama Khonghucu sebagai agama yang diakui negara bersama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
Di Zaman Orde Baru atau Orba, ada beberapa kebijakan di masa ini,
antara lain; lahir istilah Kerukunan Hidup Beragama, yang dipopulerkan Menteri Agama K.H.Moh.Dachlan pada Kabinet Ampera. Kemudian menjadi istilah baku dalam dokumen negara seperti GBHN, dan lain-lain.
Di era Menteri Agama bapak Prof.Dr.Mukti Ali, Kabinet Pembangunan II, ada istilah agreement in disagreement, artinya setuju dalam perbedaan dimaksudkan setiap umat beragama hendaknya menerima adanya orang lain yang berbeda agama. Di era Menteri Agama bapak Alamsyah Ratu perwiranegara ada istilah Tri Kerukunan Umat Beragama, di era bapak Munawir Syadzali dengan konsep Tri Kondial (Tiga Kondisi Ideal).
Masa Reformasi, di era presiden KH.Abdur Rahman Wahid atau Gus Dur, dikenal dengan kebijakan menetapkan Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama , Kepercayaan dan Adat istiadat Cina.
Di masa Presiden Megawati.
ditetapkannya hari tahun Baru Imlek kemudian ditindaklanjuti penetapan sebagai hari libur Nasional bagi Agama Khonghucu pada tahun 2002. Pada masa Menteri Agama bapak Prof.Dr.Said Aqil Al.Munawwar MA. menawarkan konsep fikih hubungan antar agama berbasis wawasan Kultikultural. Intinya menjelaskan konsep membalikkan sudut pandang pluralisme bangsa Indonesia dari sumber konflik menjadi suatu berkah.
Sebagai sumber kekuatan yang dapat dikembangkan mempercepat kesejahteraan dan persatuan bangsa melalui pengembangan kaidah-kaidah lembaga adat (nilai kultural).
Sedang di era Presiden SBY di saat Menteri Agama di emban oleh Maftuh Basyuni dikeluarkan kebijakan regulasi SKB Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 x tentang Pedoman Pelaksanaan tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan Umat Beragama dan Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama.
Di era presiden bapak Joko Widodo, Kabinet Indonesia Maju, dengan Menteri Agama dijabat oleh bapak Dr. (H.C) K.H. Lukman Hakim S aifuddin, lahir kebijakan Penguatan Moderasi Beragama yang dilanjutkan bapak Yaqut Cholil Qoumas melalui Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama.
Bagaimana kebijakan Kerukunan Beragama di era bapak Presiden Prabowo Subiyanto, dan Menteri Agama yang dijabat oleh Bapak Prof.Dr.H. Nasaruddin Umar.MA.
Dari iNews.Id yang penulis baca di Kementerian Agama telah mendapat penilaian pelayanan kementerian yang paling memuaskan peringkat 1 dari 10 Kementerian. Hasil survei LSI dengan nilai 92,9 persen.
Peristasi Bapak Menteri Agama kita ini saat menjabat Imam Masjid Istiqlal pernah menyambut kedatangan Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal dan menandatangani Deklarasi Bersama Istiqlal 2024. Deklarasi ini menekankan peran vital agama dalam menghadapi krisis dehumanisasi dan perubahan iklim.
Setelah Bapak Prof.Dr.H. Nasaruddin Umar.MA menjabat menteri Agama, telah menawarkan pemikiran yang mencerahkan umat beragama. Di laman kemenag.go.id dapat dibaca ketika bapak Menteri Agama menyampaikan pengarahannya pada acara Dialog Ramadan Lintas Agama yang digelar di Gedung Serba Guna Katedral, Rabu (19/3/2025). Menag Nasaruddin menekankan pentingnya kerukunan dengan alam.
menag mengungkapkan rasa senangnya karena berbagai kalangan bisa hadir dalam dialog untuk membicarakan isu penting, yakni merawat harapan dalam merajut kerukunan umat beragama. Meski demikian ia menilai, kerukunan umat beragama di Indonesia sudah kuat bahkan menjadi kekuatan bagi kesatuan bangsa.
Karenanya, ia berharap pada dialog kali ini membahas keharmonisan antara manusia dan alam, “Kalau saya boleh usul, kerukunan antarumat ini sudah selesai, sepertinya kita perlu meng-upgrade menjadi trilogi kerukunan antara Tuhan, manusia, dan alam,” ujar Menag. Menurutnya, persoalan kerukunan Cara umat beragama dapat diselesaikan secara kasuistik. Namun, tantangan ke depan adalah membangun harmoni antara manusia dan alam. la menyoroti dampak besar yang bisa terjadi jika manusia dan alam tidak rukun.
“Daya dahsyat jika alam dan manusia tidak rukun. Data dari pemerhati lingkungan menunjukkan bahwa orang yang meninggal akibat kerusakan alam mencapai 1 juta jiwa per tahun. Ini adalah PR kita ke depan. Sudah saatnya Indonesia memulai langkah ini,” tegasnya.
“Dialog kita tidak lagi sekadar antarumat beragama. Biarkan itu menjadi tugas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB),” pungkasnya.
Menag mengatakan, bahwa setiap agama, memiliki konsep harmonisasi antara manusia, tuhan dan alam. Karenanya la mengajak setiap tokoh agama yang hadir untuk mencoba menggunakan Bahasa Agama demi memperbaiki alam semesta.
“Mungkin ada sebuah kegagalan, kita menggunakan bahasa birokrasi, bahasa politik dalam memelihara harmonisasi alam dan manusia. Mari kita coba perlunya menggunakan bahasa agama di dalam melestarikan lingkungan ini, lingkungan alam semesta itu,” ujarnya.
Tindak lanjut dari gagasan bapak Menteri Agama ini dapat kita ikuti yang di canangkan gerakan tanam 1 juta pohon matoa di lingkungan Kementerian Agama pada tanggal 22 April 2025 sempena peringatan hari Bumi.
Informasi terkait dengan rencana pembentukan unit kerja setingkat Eselon I di Kementerian Agama, menurut Sekjen Kementerian Agama Kamaruddin Amin bahwa rencana pembentukan satuan kerja setingkat Eselon I di institusinya masih terus berkembang. Menurutnya, usulan yang masuk cukup banyak dan itu masih dilakukan kajian. Menurut Sekjen menag memang tengah melakukan kajian pembentukan sejumlah Direktorat Jenderal atau Ditjen. Tapi ini masih sebatas rencana yang terus dilakukan kajian,”
Menurutnya, dalam proses diskusi dan pembahasan, usulan yang muncul antara lain: Ditjen Pesantren, Ditjen Pendidikan Tinggi Keagamaan, Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Keagamaan, serta Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
“Kemenag saat ini juga punya Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM. Ini unit baru yang dalam pembahasan muncul wacana apakah akan tetap dalam bentuk badan atau akan dijadikan Direktorat Jenderal atau Ditjen. Jika bentuknya Ditjen kira-kira namanya tetap Moderasi Beragama atau ada nama lain?,” sebut Kamaruddin.
“Kemenag terus melakukan kajian dan pembahasan untuk nantinya difinalkan dan dijadikan sebagai usulan yang akan disampaikan ke kementerian terkait untuk dilakukan pembahasan, termasuk juga dengan mitra kita di DPR,” sambungnya.
Kamaruddin mengaku proses pembentukan satuan kerja setingkat lon I membutuhkan proses panjang. Selain terkait urgensi, juga berkenaan dengan sumber daya, termasuk juga anggaran. “Ini masih terus dikaji dan diproses. Terpenting semua dilakukan Kemenag dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik,” tandasnya.
Setelah menyimak apa yang disampaikan bapak sekjen penulis dan mungkin juga pembaca berharap kajian terhadap peningkatan status badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM bisa menjadi Ditjen sangatlah disyukuri dan perlu dipertimbangkan mengingat persatuan nasional kita juga harus ditopang oleh pengembangan Tri Kerukunan, Moderasi, Deradikalisasi.
Saat ini mungkin di 58 Perguruan Tinggi Agama Negeri belum termasuk perguruan tinggi swasta telah memiliki Rumah Moderasi Beragama yang bervariasi namanya, di sebagian Perguruan Tinggi keagamaan juga sudah ada mata kuliah anti radikalisme dengan variasi namanya, yang membekali mahasiswa wawasan makna kerukunan, moderasi dan deradikalisasi. Begitu juga bagaimana memaksimalkan pelibatan tokoh agama, tokoh pendidikan dan penyuluh agama dalam mencegah paham radikalisme-terorisme. Ini semua membutuhkan penguatan dan peran Kementerian Agama secara kelembagaan. Wallahu aklam.