Oleh : Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag (Ketua STAIN Bengkalis)
Dunia saat ini seakan tanpa batas dan tanpa jarak. Melalui media sosial (medsos), dunia bagaikan ada dalam gengaman tangan. Begitu mudah memperoleh informasi tanpa harus perlu beranjak dari tempat duduk dan harus ada pada tempat terjadinya berita. Media sosial begitu anggun menjadi pusat informasi, bahkan mengalahkan lembaga pendidikan tradisional. Manusia modern begitu tergantung dengan media sosial. Tatkala Menteri Komunikasi dan Informasi RI pada 21-23 mei 2019 melakukan kebijakan membatasi frekuensi medsos, cuitan informasi seakan lumpuh dan manusia modern seakan kehilangan modernisasinya. Demikian besar dan vitalnya pengaruh media sosial dalam kehidupan manusia modern.
Namun, secara epistimologi media sosial bagaikan sebilah pisau bahkan melebihi. Eksistensinya bisa menyelamatkan kehidupan dan mencerdaskan anak bangsa, namun di sisi lain bisa pula membahayakan dan menjadi mesin pembunuh (karakter) manusia lain. Media sosial bisa menjadi pusat informasi nan mencerdaskan, akan tetapi bisa pula penyebar racun berbisa dan fitnah yang mematikan. Jadi, keberadaan media sosial sangat tergantung siapa yang menggunakan dan untuk apa digunakan.
Saat ini, manusia modern menjadikan media sosial sebagai alat strategis untuk mencapai kepentingan. Media sosial bisa digunakan untuk mempublikasikan kebenaran, akan tetapi juga dapat mempublikasikan berita fitnah tanpa melakukan cross chek atas berita yang disajikan. Naifnya, kwseimbangan informasi hanya cerita penghias bibir dan tak pernah dilakukan dalam realita media sosial. Penggunaan media sosial sangat vital karena jangkauannya yang luas tanpa batas, biaya yang sangat murah, dan begitu familiar digunakan manusia modern (hampir tanpa batas umur). Melalui sentuhan bahasa yang mudah dicerna, aplikasi yang mudah digunakan, dan kemampuan manusia “mengedit” informasi, media sosial tampil seakan semua yang disajikan paling benar. Proses memperoleh data informasi seakan menjadi sumber kebenaran tanpa harus melakukan pengecekan atas validitas informasi yang disajikan. Bagai kata bijak menyebutkan, setiap yang diperoleh melalui proses instan, maka keluar informasi kembali juga bersifat instan. Bila informasi yang disajikan benar, maka selamatlah peradaban manusia. Namun, bila informasi yang disajikan adalah kebohongan dan fitnah, maka hancurlah peradaban manusia sebagai makhluk yang sempurna.
Melihat begitu dahsyatnya peran media sosial dalam kehidupan manusia modern, tentunya perlu upaya meminimalkan peran negatif yang dapat ditimbulkan media sosial. Upaya meminimalkannya tentu di tangan manusia yang menggunakan media sosial.
Kualitas manusia tentu berbeda-beda antara kesempurnaan dan ketidaksempurnaan. Manusia memperoleh informasi dengan menyaring data melalui akal dan hati sebagai sumber kebenaran yang dianugerahkan Allah padanya. Sementara manusia yang tak sempurna menerima data dengan menelannya secara mentah-mentah tanpa saringan sedikit jua. Untuk itu, ada beberapa acuan nilai yang harus diperhatikan dalam memanfaatan media sosial era modern, antara lain :
Pertama, menggunakan medsos sebagai perwujudan harga diri. Sungguh, pembaca yang cerdas akan dapat menilai karakter diri pengirim informasi melalui media sosial. Kita akan sangat mudah melihat jiwa dan kepribadian pengirim melalui pesan yang disampaikan. Lalu, akan kita bangun harga diri atau malah dihancurkan harga diri melalui medsos ?
Kedua, jadikan media sosial sebagai alat mencerdaskan dan membangun peradaban, bukan sebaliknya. Bahkan tak jarang medsos dijadikan tempat mencari rezeki dengan berbagai jenis lapangan kerja. Lalu, apakah medsos dijadikan sumber rezeki halal dengan pesan kebenaran atau sumber rezeki haram dengan informasi yang salah dan menyesatkan dengan membuka sejuta aib sesama saudara ? Bila demikian, apakah aib diri sudah mampu ditutupi hanya dengan asesoris kebohongan yang tak pernah bisa dibohongi oleh qalbu ?
Ketiga, gunakan medsos sebagai alat yang layak digunakan manusia berilmu dan berakhlak. Di sini medsos akan memperlihatkan secara jelas siapa manusia yang berilmu, bijak, dan berakhlak atau pilhannya menjadi manusia pengembala kemunafikan dengan senjata terorika dan asesoris bagai orang baik namun tak mampu menutupi kejahilannya.
Keempat, gunakan medsos dengan penuh tanggungjawab sebagai manusia berbudaya.
Kelima, aturan hukum tertulis dan adat yang konsisten dan obyektif dalam mengatur lalu lintas penggunaan medsos agar mampu berfungsi secara baik. Semua pilihan ada, hanya manusia cerdas dan mengharapkan derajat kemuliaan di sisi Allah yang mampu bijak memilih dan menggunakan medsos. Wa Allahua’lam bi al-shawwab…
Tulisan ini terbit di harian Riau Pos tanggal 16 Januari 2020