Oleh : Samsul Nizar (Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis)
Meski wabah Covid 19 masih menghantui dunia, namun ada secercah harapan untuk hidup normal pasca Covid 19. Meski baru menunjukkan kurva melandai dan belum menurun secara signifikan, masyarakat tak boleh lengah terhadap bahaya Covid 19. Wabah tersebut perlu diwaspadai meski kelak ditemukan obat virus ini.
Pada prinsipnya, new normal adalah fase di mana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan dan publik diperbolehkan untuk kembali beraktivitas, meski masih terbatas. Namun, aktivitas yang dijalankan perlu mengikuti sejumlah protokol kesehatan yang ditentukan pemerintah sebelum ditemukannya vaksin. Langkah ini secara bertahap dilakukan untuk memulihkan produktivitas masyarakat agar seluruh aktivitas (pendidikan, ibadah, pekerjaan, perekonomian, dan lain sebagainya) dapat kembali dilakukan.
Langkah pola hidup new normal yang diapungkan sebagai masa transisi menuju normal perlu menjadi perhatian serius bagi seluruh masyarakat. Pelaksanaannya memerlukan kekuatan hukum agar kebijakan new normal berjalan sesuai aturan. Sanksi tegas perlu diambil bagi yang melanggar aturan. Kebijakan ini berlaku pada seluruh aspek dan tempat yang menyangkut adanya interaksi sosial manusia. Arah pola hidup new normal dipandang dapat meminimalkan penyebaran covid 19. Meski aktivitas belum berjalan normal sebagaimana sebelum munculnya Covid 19, paling tidak membuka peluang aktivitas manusia menuju arah normal. Untuk itu, semua aktivitas new normal perlu dilengkapi sarana prasarana sesuai protokoler Covid, seperti tersedianya fasilitas untuk cuci tangan.
Pola hidup new normal sesungguhnya pencerminan kebersihan. Seluruh aktivitas sosial perlu menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, dan menghindari kontak pisik dengan menjaga jarak pisik antar sesama. Bila aktivitas new normal dapat dilakukan, maka areal interaksi sosial bisa diaktifkan kembali.
Di samping langkah-langkah di atas, bagi tempat-tempat berkumpulnya masyarakat seperti masjid, mushalla, rumah ibadah lainnya, mall, pasar, perkantoran, sekolah, rumah sakit, rumah makan, dan sejenisnya, perlu menjaga kebersihan secara teratur dan mentaati protokol kesehatan untuk memutus rantai Covid 19. Seluruh tempat tersebut perlu mentaati aturan new normal, tanpa terkecuali. Bila ada yang melakukan pelanggaran, maka perlu diambil tindakan tegas dengan menutup tempat tersebut dalam waktu tertentu.
Masyarakat perlu menerapkan hidup disiplin bila pola new normal mau diterapkan. Bila kesadaran masyarakat tinggi dan peduli dengan menerapkan pola hidup new normal, maka penyebaran Covid 19 dapat diatasi secara cepat. Namun, bila masyarakat tidak menerapkan hidup disiplin dan melanggar protokoler Covid 19, maka new normal tak dapat memberi solusi bagi aktivitas manusia, bahkan dikhawatirkan muncul Covid 19 gelombang kedua.
Agar protokoler kesehatan new normal dapat dilaksanakan, maka sistem dan aturan hukum perlu secara tegas dilaksanakan, tanpa pandang siapa yang melakukan pelanggaran. Hukum dan aturan yang ditetapkan harus bermata ganda. Dengan demikian, pola hidup era new normal dapat dilaksanakan secara baik dan rantai Covid 19 dapat diputus dengan cepat.
Babak baru new normal perlu diatur secara jelas dan terukur. Eksistensinya belum membawa masyarakat untuk beraktivitas layaknya kehidupan normal, sebab kebijakan new normal merupakan konfisi transisi menuju normal. Oleh karenanya, perlu ada penyamaan persepsi seluruh komponen secara tegas dan tidak membingungkan. Berbagai pertimbangan ilmiah perlu dijadikan acuan kebijakan. Beberapa skenario new normal perlu pula direncanakan secara matang. MUI perlu meluruskan paham “merapatkan shaf” pada saat shalat berjamaah ditafsirkan dengan kondisi new normal. Faktor ekonomi pada pusat interaksi ekonomi perlu mendapat perhatian serius dan tindakan tegas bila terjadi pelanggaran. Skenario lembaga pendidikan melaksanakan tusinya perlu dilakukan. Untuk hal ini mungkin diperlukan kebijakan dan biaya tambahan yang tentunya menjadi perhatian pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. Agar biaya yang diperlukan dapat terpenuhi, pemerintah perlu melakukan efisiensi atas anggaran yang dinilai tidak efisien, apatahlagi sampai pada tingkat pemborosan dan cenderung disalahgunakan.
“New Normal” Terbatas dan Bertahap
Agaknya, babak baru aktivitas new normal perlu dilakukan secara bertahap bagi menjamin keselamatan dan kesehatan bersama. Tahapan tersebut memungkinkan dilakukan evaluasi dan perbaikan kebijakan yang terkait new normal. Alangkah bijak bila tahap awal bagi kebijakan era new normal hanya pada beberapa sektor saja, seperti sektor perkantoran (adminsitrasi), rumah ibadah , transportasi, rumah sakit, dan sektor ekonomi lainnya dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan. Pembatasan interaksi maksimal 50 % dari kapasitas yang tersedia. Pembukaan semua transportasi hanya dilakukan untuk dalam negeri, sementara luar negeri masih perlu ditutup karena tingkat kerawanan yang ditimbulkan.
Sementara untuk lembaga pendidikan, terutama tingkat dasar sampai perguruan tinggi, sebaiknya belum dilakukan kebijakan new normal. Sebab, interaksi pendidikan sulit dielakkan sehingga memungkinkan terpapar wabah. Untuk itu, penerapan new normal pada lembaga pendidikan memerlukan banyak variabel yang perlu disiapkan secara matang. Variabel tersebut antara lain kesiapan lokal, guru, jam mengajar, fasilitas sanitasi, layanan kesehatan, dan sarana prasarana pendukung lainnya. Alternatif tahapan bagi lembaga pendidikan bisa dilaksanakan bagi peserta didik yang mengalami hambatan melaksanakan proses pengajaran secara virtual. Sementara bagi peserta didik yang dinilai bisa melaksanakan proses daring, maka proses pengajaran dilaksanalan secara virtual. Dengan tahapan ini dimungkinkan meminimalkan interaksi secara kolektif.
Era new normal menjadi pilihan untuk mengurai persoalan akibat Covid 19. Namun, penetapan kebijakan ini perlu dipertimbangkan secara matang, terutama kesiapan infrastruktur dan payung hukum yang menunjang keberlangsungan kebijakan tersebut. Kesadaran masyarakat untuk mentaati protokoler Covid perlu menjadi fokus utama. Alat agar kesadaran masyarakat muncul tentu melalui akurasi dan supremasi hukum (peraturan) yang ditegakkan. Bila terjadi pelanggaran, maka tindakan tegas perlu diambil. Tanpa hal tersebut, kebijakan new normal hanya akan menjadi pemicu terjadinya wabah Covid gelombang kedua yang sangat dikhawatirkan.
Semoga kebijakan new normal bukan semata “latah kebijakan”, tapi kebijakan cerdas yang mampu memutus rantai penyebaran Covid 19. Kita belajar menjadi bijak melalui wabah ini untuk hidup sehat dan sesuai aturan. Keteraturan pola interaksi menjadi modal dasar untuk keberhasilan melewati babak new normal menjadi kehidupan normal. Di sini akan memperlihatkan tipikal diri (pemerintah, aparat, dan masyarakat) apakah memiliki kepekaan sosial atau justru masih kokohnya egoisme dan individualisme diri yang akan merusak tatanan peradaban, terutama menghadapi wabah Covid 19.
Wa Allahua’lam bi al-Shawwab…
Tulisan ini terbit di harian Riau Pos tanggal 02 Juni 2020