(Memperingati Milad NU ke-95)
Oleh : Samsul Nizar, Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis
31 Januari 1926 tonggak tak terlupakan dalam sejarah. NU berdiri melalui sentuhan para ulama kharismatik. Banyak kontribusi telah diberikan dalam meraih dan mengisi kemerdekaan NKRI. Tak ada yang menyangsikan kiprah yang sudah diberikan. Besarnya NU karena kebesaran ulama yang membawa NU. Kepribadian yang mumpuni di bidang keilmuan hampir semua sisi. Kemampuan yang berkorelasi dengan kepribadiannya yang luhur menjadi tauladan. Namun, apa yang harus dilakukan dalam napak tilas milad NU ke-95 saat ini. Banyak hal yang patut dilakukan, antara lain :
Pertama, NU bukan sebatas pada syariat, tapi terisi dengan hakikat. Para pendiri dan penerus NU kokoh pada syariat, namun lebih mengutamakan capaian hakikat. Tampilan asesoris jasad bisa disesuaikan dengan situasi dan budaya, namun dimensi capaian ruh terlihat dari apa yang ditampilkan pada untaian akhlaknya. Magnet sosok diri atas capaian ruh yang memancar pada akhlak menjadi daya magis sekaligus daya pikat untuk menjadikannya sebagai tempat bertanya, tempat mencari ilmu, dan tempat penempaan diri. Katanya menjelaskan yang terselubung. Pandangannya menyejukkan dan penuh bersahabat. Katanya mengajak dengan kedamaian, bukan mengejek dengan penistaan. Ibadahnya secara syariat tak melampaui masyarakat kebanyakan, namun mampu mendapatkan makna hakiki yang tak mampu diselami oleh nalar syariat. Sosoknya bersahabat tanpa melihat status masyarakat. Ibadahnya mendalam, tanpa perlu pujian. Mungkin ini capaian butiran-butiran maksud akhlak Rasulullah.
Allah berfirman: “Dan tolong – menolonglah kalian pada kebajikan dan ketaqwaan , dan jangan lah kalian tolong – menolong pada perbuatan dosa dan pelanggaran , dan bertaqwa-lah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah amatberat siksaannya ( Al maidah ,5 : 2 )
Ayat di atas secara jelas pedoman dalam berinteraksi dan membangun komunikasi sosial. Pedoman ini mutlak menjadi acuan di tengah komunikasi modern yang penuh kepentingan. Ada empat sikap yang tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW dalam berhubungan dengan orang lain, yaitu : tidak suka berdebat, tidak suka bicara terlalu banyak, tidak suka turut campur persoalan yang bukan urusannya, dan tidak pernah mencela seseorang.
Sosok di atas merupakan tampilan kharismatik ulama NU yang patut dipertahankan. Dengan sosok tersebut, kebesaran NU akan dapat dijaga. Namun, tatkala tampilan yang dicontohkan para pendiri NU dilanggar, maka mereka akan hancur sendirinya. NU tak akan terpengaruh dengan sosok yang menelantarkan NU, sebab NU tak akan terpengaruh oleh setitik nila jatuh pada luasnya samudera. Justru nila akan tenggelam dan hilang oleh indahnya samudera dengan banyaknya manfaat hidup di dalamnya.
Kedua, membesarkan NU, bukan sekedar berteriak NU. Keikhlasan para pendiri NU tak diragukan. Popularitas diri tak pernah diminta, tapi umat yang memberikan. Penyematan penghormatan tak pernah diharapkan, apalagi hanya untuk dibangga-banggakan. Kaedah ini yang tetap dipertahankan oleh ulama dan penerus NU yang sebenarnya. Upayanya membangun NU bertujuan memperkenalkan umat pada Rabbnya dan menyelematkan umat dari murka Allah. Apa yang dilakukan bukan untuk memperkenalkan diri sendiri agar dihargai dan dimuliakan oleh orang lain.
Ketiga, Kekokohan NU pada dimensi keterjagaan aswaja, kharisma ulama yang masih dipertahankan, dan sejauhmana tetap pada tujuan NU. Sosok “pengaku NU” yang bertentangan dan merusak citra ruh NU bagaikan air dengan minyak. Ia tak akan memberikan manfaat apalagi mudharat sedikitpun. Pencitraan diri dengan menjual NU justeru menimbulkan mudharat diri sendiri. Bila NU dijadikan sebatas pijakan, ranting untuk sekedar hinggap, atau lahan untuk mencari keuntungan agar memperoleh pamor duniawi, maka hal tersebut tak akan mendapat keberkahan. NU bukan jualan dan bukan pula barang untuk dipermainkan. NU bukan sekedar asesoris atau sebatas simbol belaka. NU juga bukan pula kuda yang bisa dinaiki sesuka hati yang mengendarainya. Umat sudah tak bisa dibodohi. Umat sudah tau mana emas dan mana tembaga. Mempermainkan NU justeru akan memperlihatkan kebodohan diri. Teriakan pengakuan NU justeru akan membuat hilangnya suara. Kelamaan prilaku tersebut akan membuat mulut tak lagi mampu mengeluarkan kata.
Dalam tradisi NU, semua golongan akan diakomodir. Namun, golongan yang “menjual NU” apalagi mempolitisir, maka pada waktunya akan terlihat dan tersingkir. Sungguh, NU dan organisasi keagamaan lainnya yang ada di negeri ini bagaikan dua sisi mata uang. Semuanya saling melengkapi dan memainkan perannya masing-masing untuk kemashalahatan umat dan terjaganya NKRI. Berbahagialah anak negeri ini karena memiliki NU dan organisasi keagamaan lainnya yang telah terbukti memberikan kontribusi bagi membangun negeri.
95 tahun hadirnya NU di NKRI tak perlu diragukan lagi. Namun, persoalan yang perlu dijawab saat ini adalah sejauhmana penerus estafet NU mampu mempertahankan dan memelihara tujuan NU agar tetap pada tujuan semula. Sungguh pertanyaan yang hanya mampu dijawab oleh kaum Nahdhiyyin yang tafaqquh pada NU. Namun, ianya tak akan mampu dijawab oleh kaum yang hanya sebatas berteriak NU dengan teriakan nyaring tipu muslihat.
Selamat Milad NU ke-95 tahun. Berkibarlah tanpa henti menyuarakan kebenaran Ilahi, tetap tegak mempertahankan dan membangun NKRI, untaian syair ku persembahkan di Miladmu kali ini, ‘tuk dijawab oleh pengikut Nahdhiyyin.
Syair : Aku Malu
Aku malu mengatakan NU
tatkala hati belum menyatu
antara qalbu dan perilaku
Biarlah orang menilai diriku
Bila melihat setitik baktiku
Meski hanya butiran debu
Moga NU cerminan diriku
Wa Allahua’lam bi al-Shawwab.
Tulisan ini terbit di harian Riau Pos tanggal 08 Februari 2021.