Oleh : Samsul Nizar
Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis
Sungguh dalam rahasia penciptaan Allah atas alam semesta. Namun, hanya segelintir yang memahaminya dengan bijak. Hal ini dinukilkan Allah melalui firman-Nya “…Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Ali Imran : 191).
Ayat di atas bersifat tertulis. Ada pula ayat terhampar berupa alam semesta. Meski banyak diteliti, namun masih bersifat ilmiah dan sedikit yang menelitinya dalam pendekatan imani. Alam semesta sesungguhnya merupakan komunitas dunia. Apa pun namanya, dunia merupakan alam yang diperuntukkan bagi manusia dan seluruh ciptaan-Nya. Namun, hanya segelintir manusia yang bijak menyingkap dunia untuk mengenal Sang Pencipta. Paling tidak, dimensi dunia dapat dilihat pada beberapa makna, antara lain :
Pertama, Dunia tempat yang baharu (tidak abadi). Semua yang ada pasti berakhir. Manfaatkan secara arif sebelum berakhir untuk menanam kebajikan.
Kedua, Dunia tempat transit unruk menanam ibadah. Sejalan dengan ungsi kekhalifahan manusia di muka bumi menebar benih rahmatan lil ‘alamin.
Ketiga, Dunia tempat menempa diri dan mengukur kualitas manusia dengan berbagai ujian, baik nikmat maupun musibah. Keduanya bagai dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Selama dunia terbentang, keduanya tetap ada. Hanya cara menyikapinya perlu kebijaksanaan dan kearifan.
Semakin dekat pada Allah dengan kualitas penghambaan, maka semakin terlihat jalan keluar dan menyikapi ujian Allah. Sebaliknya, semakin jauh dengan Allah dengan kualitas ibadah yang rendah, maka semakin tak terkendali perilaku manusia melakukan kejahatan dan semakin gelap melihat jalan keluar dari persoalan.
Bila dengan wabah Covid 19 tak juga mampu menyadarkan manusia, lalu apakah manusia ingin didatangkan musibah yang lebih dahsyat untuk menyadarkannya ?
Lihat QS. Al-Mulk ayat 2 bahwa “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”.
Siapa yang mampu menjadi pribadi taqwa, maka Covid akan berlalu dengan peribadi yang baik. Namun, bila Covid yang begitu ganas tak juga mampu menyadarkan manusia, maka jangan heran bila musibah akan selalu menghampiri. Bila banjir, longsor, tsunami, gunung meletus, Covid 19 dan lainnya tak juga menyadarkan dan membuat diri insaf, maka butuh musibah apa lagi yang mampu membuat manusia menjadi lebih baik.
Sungguh sering Allah beri peringatan pada manusia melalui ayat diri. Hanya saja, sedikit yang menyadari. Di antara ayat diri yang dimunculkan Allah antara lain :
Pertama, semakin bertambah usia, semakin tangan dan tenaga berkurang. Seluruh tulang dan sendi terasa nyeri. Padahal selama ini kekuatan seakan ingin merangkul dunia. Allah menyadarkan manusia agar belajar melepaskan dunia dan keserakahan kuasa. Bila keserakahan dunia dengan ayat diri tak mampu menyadarkan, mungkin hanya tanah yang masuk dalam mulut yang mampu menyadarkan. Meski kesadaran yang terlambat tak berguna.
Kedua, semakin tua seiring mata menjadi kabur. Pesan Allah bersamaan agar manusia menajamkan mata hati melihat alpa diri dan kebesaran Ilahi. Mungkin selama sehat mata zhahir membutakan mata hati. Tatkala mata zhahir tak lagi berkuasa, mata hati bercahaya dengan sinar Maha Pengasih.
Ketiga, semakin tua semakin sensitif rasa pada sesama dengan kekecewaan dan kehampaan. Sungguh Allah ingin melatih sensitif diri hamba mengadu dan bersilaturrahim pada Zat Yang Tak Mengecewakan. Memperbanyak munajat tiada henti, kunci memperoleh kedamaian hati nan abadi.
Keempat, semakin bertambah usia, semakin ingin menyendiri. Ternyata Allah melatih manusia untuk sadar akan kesendirian tatkala dunia ditinggalkan.
Kelima, semakin tua rambut memutih subur bak cendawan musim penghujan. Sungguh Allah menyadarkan manusia untuk ingat kain putih pembalut badan (kafan).
Keenam, semakin tua banyak makanan jadi pantangan akibat penyakit yang muncul kepermukaan. Allah mengingatkan agar manusia mengontrol nafsu dunia, menyedikitkan makan guna melatih diri ringan munajat pada Yang Kuasa. Tak lagi memperturut nafsu serakah dunia yang ternyata menimbulkan berbagai penyakit pada diri, baik penyakit jasmani maupun penyakit rohani.
Ketujuh, seiring usia menua (lemah), semakin perlu bantuan yang muda (kuat). Di sini Allah memperlihatkan tanaman manusia sewaktu muda (kuasa dan kuat) dan buah yang akan dipanen tatkala tua (lemah tak ada kuasa). Bila tanaman sebelumnya baik, maka ia akan memanen buah kepedulian. Namun, tatkala kuasa menanam kezhaliman, maka ia akan memanen ketidakpedulian manusia lainnya.
Sungguh banyak peringatan Allah sebagai bentuk kasih sayang-Nya pada manusia. Namun, akibat bekunya hati dan tebalnya kejahilan yang dipakai, membuat sentuhan peringatan Allah tak mampu dicerna. Wajar bila Allah berulang kali menyebut dalam Q.S. a-Rahman kata “nikmat Allah yang mana lagi akan kamu dustakan”.
Entahlah, begitu banyak ayat alam dan diri telah Allah pertontonkan dengan jelas. Namun sayangnya tak mampu dicerna untuk menjadi diri yang lebih baik.
Wa Allahua’lam bi al-Shawwab
Terbit di Harian Riau Pos tanggal 17 September 2021