Oleh : Samsul Nizar
Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis
Perhelatan perdana motoGP bertaraf dunia telah digelar di Indonesia. Mandalika menjadi bukti bahwa Indonesia mampu menjadi tuan rumah pagelaran motoGP berkelas internasional. Mandalika bukan sebatas ajang MotoGP, namun media publikasi keindahan alam Nusa Tenggara Barat nan asri, indah, dan menawan. Melalui event ini, dunia menyaksikan alam pulau-pulau di NTB yang tak kalah indah di banding Pulau Bali.
Namun, perhelatan motorGP di Mandalika menyisakan beberapa catatan yang viral dan hangat diperbincangkan, yaitu sosok “pawang hujan” yang gagal menahan lebatnya hujan ketika perlombaan dilaksanakan.
Adalah sosok mbak Rara yang dipercaya panitia pelaksana untuk mengendalikan alam agar hujan tidak turun selama perlombaan berlangsung. Namun, tugas yang diemban mbak Rara gagal disaat perlombaan berlangsung.
Ada beberapa catatan atas peristiwa kegagalan mbak Rara menahan hujan, antara lain :
Pertama, mayoritas masyarakat NTB beragama Islam dan taat menjalankan agamanya. Sementara praktek pawang Rara menggunakan klenik yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Pelaksanaan lomba motoGP di Mandalika yang digelar tanggal 18-20 mare 2022 masehi, bersamaan tanggal 15-17 sya’ban 1443 hijriyah. Dalam kalender Islam, bulan sya’ban merupakan salah satu bulan yang memiliki keistimewaan untuk melatih diri beribadah dan merupakan gerbang menuju bulan suci Ramadhan. Ketika bulan sya’ban menjadi warming up ibadah dan peningkatan keimanan menjelang ramadhan, justeru praktek pawang Rara terbalik 90 derjat menghilangkan keimanan pada Sang Khaliq. Padahal, negeri NTB terkenal religius dan banyak ulama besar dan penghafal al-Quran hadir di sana. Pilihan pawang hujan merupakan pilihan keliru dan menghilangkan sisi historis dan kearifan lokal negeri para ulama. Pilihan pawang Rara menyimpan misteri dan hilangnya kearifan lokal yang seyogyanya dikedepankan. Namun, kesemuanya luput dari sorotan. Seyogyanya, pilihan adalah pada para ulama kharismatik dan para penghafal al-Quran yang ada untuk mendoakan perhelatan berjalan lancar. Di sini terlihat kearifan lokal tidak dilakukan. Padahal, Allah secara tegas mengingatkan dalam firman-Nya : “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” (QS. Al-Fatihah : 5).
Demikian jelas firman Allah mengajarkan kepada hamba-Nya dengan ikrar bahwa Allah sajalah yang patut disembah, dan kepada-Nya sajalah seharusnya manusia memohon pertolongan. Aktivitas penyembahan dan mohon pertolongan pada selain Allah merupakan perbuatan syirik. Bila kesyirikan dipertontonkan dengan keangkuhan dan didiamkan, maka berarti keikutsertaan bersama atas kesyirikan yang terjadi.
Kedua, sisi misteri karena sosok pawang Rara yang dimunculkan di medsos melalui Youtube mengundang sejuta tanya. Apatahlagi wawancara dengan pawang Rara yang diunggah terlihat “sosok kebingungan”. Bila pawang Rara diumpamakan “dokter” dengan wawancara yang membingungkan logika sehat, maka bagaimana kualitas sosok “pasien” yang memilih pawang Rara. Tentu manusia secara nalar sehat akan mampu menjawabnya (membingungkan, menggelikan, dan menyedihkan). Di sisi lain, tentu pawang Rara memiliki budget atas jasanya. Bisa dibayangkan semakin membingungkan bila pemilik uang mau membayar jasa “membingungkan” seperti itu.
Menilik dua catatan di atas, agaknya sulit secara syariat terpanggil oleh Allah dengan panggilan “Hai orang-orang yang beriman…..” (QS. Al-Baqarah : 183). Sebab, tampilan secara syariat menolak prilaku tersebut.
Meski keimanan merupakan hal individual, namun tampilan syariat tak bisa dianggap sepele. Sebab, syariat merupakan tangga awal menuju tingkat yang lebih tinggi. Betapa telah terjadi uji kadar keimanan dan intelektualitas melalui pawang Rara yang dilakukan pada perhelatan motoGP di Mandalika.
Sungguh, bila puasa membekas pada diri, seharusnya apa yang dilakukan dengan pundi yang cukup besar memperoleh jasa pawang Rara yang jelas keluar dari akidah, seyogyanya tidak terjadi dan tak pernah terulang lagi. Bila pada event selanjut masih juga memanfaatkan pawang “Rara-Rara” lainnya, maka peradaban jahiliyah masih tetap dipertahankan.
Sungguh apa yang terjadi pada pawang Rara yang sombong mengatur sunnatullah menjadi pelajaran berarti. Masihkah meragukan kuasa Allah berikut ajaran yang dibawa oleh Rasulullah. Ketika Allah memerintahkan berpuasa dengan sejuta manfaat bagi manusia, maka lakukanlah dengan benar dan nikmati kebenaran tersebut. Bila puasa hanya sebatas aktivitas tanpa bimbingan Allah, maka peristiwa pawang Rara akan terus terjadi, meski dalam bentuk, sosok individu, waktu, dan event yang berbeda.
Pawang Rara gagal karena “keangkuhannya” mengatur alam. Keangkuhan yang seyogyanya tidak dilakukan seorang hamba. Hadirnya puasa melatih manusia menghilangkan keangkuhan diri. Meski memiliki kekayaan, jabatan, kuasa, dan atribut dunia lainnya, ternyata ketika Allah memerintahkan hamba berpuasa, semua kemuliaan dunia sirna. Kaya atau miskin, penguasa atau rakyat jelata, pemilik istana atau gubug reot, pejabat atau penjahat, dan seterusnya merasakan hal yang sama, yaitu lapar dan dahaga. Meski semua merasakan hal yang sama, namun kualitas setiap manusia hanya Allah yang tau. Bisa jadi si nestapa lebih mulia dibanding si empunya atau seterusnya. Semua menjadi rahasia Allah. Tergantung kualitas keikhlasan hamba. Manusia hanya sebatas berusaha memperoleh kualitas yang dijanjikan Allah, namun tak bisa menilai diri yang lebih mulia atas kuantitas amalan atau sedekah yang dilakukan selama ramadhan.
Belajar kegagalan pawang Rara karena turun hujan lebat, maka berkaitan pula dengan amaliah ramadhan. Acapkali manusia memanfaatkan ramadhan bagai hujan lebat tersebut. Demikian banyak amaliah di bulan ramadhan, namun kemarau pada sebelas bulan pasca ramadhan. Sebaiknya amaliah ramadhan mampu bertahan secara istiqomah agar kenikmatan ramadhan mampu membangun ihsan diri menuju cinta Ilahi dan berbekas pasca ramadhan. Perbanyak lakukan muhasabah diri, bukan menilai amaliah sesama yang tidak wilayah hak dan kuasa dhamba. Biarlah Allah yang menilai atas amaliah setiap insan.
Wa Allahua’lam bi al-Shawwab
Terbit diharian Riau Pos Online tgl. 4 April 2022