Oleh : Samsul Nizar
Guru Besar & Ketua STAIN Bengkalis
Sungguh dalam makna firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah : 183). Panggilan yang diawali dengan “iman” menjadi titik kata yang perlu dijawab dengan ketundukan dan keikhlasan. Kata “iman” menunjukkan bahwa puasa di bulan ramadhan bukan sekedar menahan haus dan lapar, tapi makna kebahagiaan dan kerinduan bagi yang menjalankan karena dipanggil oleh Allah dengan hamba-Nya yang beriman. Sebuah panggilan yang langsung disampaikan oleh Allah pada hamba-Nya yang merindukan ramadhan.
Kerinduan datangnya bulan ramadhan bukan sebatas dengan berbagai atribut, tapi keikhlasan diri mengikuti pendidikan “totalitas diri” selama ramadhan. Ada beberapa persiapan memasuki ramadhan agar dapat menjawab panggilan Allah sebagai orang yang beriman, antara lain :
Pertama, kerinduan dan kebahagiaan atas datangnya ramadhan, serta keikhlasan melaksanakan seluruh nilai-nilai yang dibawa bulan ramadhan. Kerinduan serasa tak sabar bertemu dan tatkala bertemu, ramadhan dipeluk dengan iman dan serasa tak ingin melepaskannya.
Kedua, menempa diri menjadi hamba yang beriman dengan membangun karakter diri orang yang bertaqwa. Totalitas karakter dengan akhlak al-karimah menjadi
baromater keimanan.
Ketiga, proses sentuhan ramadhan berbekas kenikmatan tanpa tara, sehingga detik demi detik ramadhan bagai menikmati hamparan hidangan surga yang tak ingin dilepaskan. Pergantian hari demi hari ramadhan menjelang akan berakhir merupakan kepiluan dan kesedihan. Semakin akan berakhir ramadhan, pelukannya atas ramadhan semakin erat seakan tak ingin melepaskan ramadhan. Pilu dan sedih akankah bisa bertemu lagi dengan ramadhan tahun yang akan datang serta serasa belum puas menikmati hidangan ramadhan yang penuh cinta Allah.
Namun, sangat rugi bila ramadhan disambut dengan asesoris tanpa sisi substansi. Ramadhan dianggap sebagai bulan sejuta keberkahan dan dilipatgandakan amaliah sehingga semua aktivitas amaliah ditumpahkan selama ramadhan. Meski hal tersebut wajar terjadi karena antusias umat ataa ramadhan. Namun, umat perlu menyadari bahwa aktivitas ramadhan, baik jasmani maupun rohani harus membekas dan terpatri pasca ramadhan. Nilai-nilai keberhasilan membangun karakter diri selama ramadhan teruji dan terindikasi pasca ramadhan. Sebab, ujung ayat dengan sebutan “taqwa” seyogyanya bersifat permanen dan berlangsung secara berkelanjutan, bukan temporer hanya tatkala saat ramadhan belaka.
Karakter orang yang beriman mengikuti pembentukan karakter dengan nilai-nilai ramadhan memiliki beberapa indikasi, antara lain :
Pertama, seluruh ibadah yang dijalankan hanya untuk dan kembali pada Allah, bukan sekedar pencitraan sesaat untuk dapat pujian. Aktivitas ramadhan menjadi proses agar terbiasa pasca ramadhan.
Kedua, aktivitas diri baik lisan maupun perbuatan seakan-akan selamanya berada di bulan ramadhan. Kehati-hatian berkata (lisan atau tulisan) dan berbuat agar tidak merusak keikhlasan diri selalu dijaga, apalagi sampai menyakiti orang lain dan menjadi sumber fitnah bagi orang lain.
Ketiga, berkaca pada perubahan kualitas akhlak diri setelah menjalani proses ramadhan. Perubahan dapat dilihat pada totalitas kualitas akhlak diri. Bila pertemuan dengan ramadhan yang silih berganti tak mampu melatih dan membentuk karakter diri, berarti ramadhan tak mampu berbekas pada menempa karakter. Bila hal ini terjadi, maka rugilah menemui ramadhan yang sikih berganti. Hal ini yang disampaikan oleh Rasulullah melalui sabdanya “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Thabrani).
Bila ramadhan hanya sebatas ibadah syariat dan tak menyentuh sisi rohani, maka ramadhan hanya sebatas ibadah rutin. Padahal, ramadhan bukan hanya bulan pengampunan, namun juga bulan istimewa. Keistimewaan ramadhan dapat dilihat pada sabda Rasululullah dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ketika tiba awal malam bulan Ramadhan, para setan dan pemimpin-pemimpinnya dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tidak ada yang dibuka. Pintu-pintu surga dibuka dan tidak ada yang ditutup, lalu ada penyeru yang berseru, ‘Hai orang yang mencari kebaikan, teruskanlah. Hai orang yang mencari keburukan, berhentilah. Sesungguhnya Allah membebaskan orang-orang dari neraka, dan itu terjadi pada setiap malam” (HR. Ibn Majjah).
Kesemua sisi nilai keistimewaan ramadhan sesuai hadis di atas hanya dapat diraih bila ramadhan disambut dengan keimanan yang kokoh. Sebab, semua nilai tersebut hanya bisa dicapai bagi hamba yang memiliki keimanan yang benar dan terpelihara.
Sungguh ramadhan bulan yang banyak orang tau rahasia dan kerberkahannya, namun tak mampu memanfaatkan ramadhan untuk memperbaiki diri. Bila semua hamba memanfaatkan ramadhan untuk memperbaiki diri dan menjawab panggilan Allah dengan iman dan ketaqwaan, maka akan lahir khalifah yang rahmatan lil ‘aalamiin. Namun, bila ramadhan dilalui sebatas melaksanakan perintah dan kewajiban syariat, maka sulit untuk meraih hakikat diri sebagai khalifah yang diinginkan oleh Allah.
Kini, ramadhan kembali hadir menemui hamba Allah yang ingin meraih manisnya kasih sayang Allah. Gegap gempita menyambut kedatangan ramadhan dilakukan di mana-mana. Persoalannya, apakah ramadhan akan ditemui oleh hamba yang bijak untuk memperbaiki diri dengan akhlak yang terpuji, atau ramadhan akan ditemui sebagaimana bertemu dengan bulan-bulan lainnya yang datang dan pergi silih berganti. Mari sambut ramadhan dengan keimanan guna meraih takwa yang sebenarnya.
Marhaban yaa Ramadhan 1442 H. Semoga Allah anugerahkan Ramadhan tahun ini yang mampu menjadi tetesan cinta Allah yang mampu menembus kerasnya hati hamba, bagai tetesan air yang mampu menembus batu. Aamiin
Wa Allahua’lam bi al-Shawwab
Tulisan ini terbit di harian Riau Pos tanggal 12 April 2021.