Oleh : Saifunnajar
Dosen STAIN Bengkalis
Menurut Halimah, Mahasiswa Universitas Riau, pada tulisannya di www.riautime.com, berjudul “Kearifan Lokal Masyarakat Melayu”, bahwa masyarakat melayu mempunyai kearifan lokal baik dari segi norma, etika, kepercayaan, adat istiadat dan juga hukum adat. Selain itu kearifan lokal sendiri memiliki ciri ciri seperti:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar
2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan
5. Mampu memberi arah pada perkembangan Budaya.
Menurut Halimah, selain itu kearifan lokal juga mempunyai peranan untuk pelestarian sumber daya alam yang bekerja untuk mengembangkan sumber daya manusia seperti pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan. Dalam masyarakat melayu syair, pantun dan gurindam merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat melayu dalam bentuk kebudayaan sastra dimana penyampaian lantunan syair, pantun dan gurindam memiliki makna yang tersirat dalam setiap bait atau setiap kalimat/kata yang terucap saat lantunan syair, pantun dan gurindam dibunyikan dimana makna tersebut juga menyimpan pesan nasehat dari para orang orang terdahulu. Selain itu salah satu ciri khas masyarakat melayu jika mempunyai sebuah acara yakni pembukaan acara tersebut dengan menggunakan sebuah tarian yang disebut sebagai “Tari Persembahan” dimana tari persembahan ini sudah ada sejak rakyat melayu berjaya di Indonesia yang mempunyai arti untuk memberikan ucapan terimakasih serta memberikan rasa hormat terhadap tamu undangan dengan membawakan se tepak kayu sirih untuk diberikan kepada tamu undangan tersebut. Selain itu kearifan lokal masyarakat melayu yang lain seperti menjaga hutan dan lingkungan hidup agar sumber daya alam yang berada di dalamnya tetap terjaga dikarenakan sumber daya alam yang berada disekitarnya banyak dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan, dimana ada sebagian masyarakat melayu yang masih hidup dengan memanfaatkan hasil hutan dan sungai untuk menangkap ikan seperti suku Talang Mamak. Lalu ada juga berbagai macam jenis permainan seperti gasing , layang layang dan juga congkak yang tentunya masih ada hingga sekarang, namun permainan gasing dan congkak sudah jarang terlihat dikarenakan zaman yang semakin maju sehingga anak anak lebih sering bermain handphone. Suku melayu juga memiliki adat istiadat yang juga termasuk kedalam kearifan lokal masyarakat melayu seperti:
1. Berpantun
Dalam adat dan budaya melayu, pantun sangat melekat. Pantun sebagai salah satu cara berkomunikasi menyampaikan maksud dan tujuan dengan lebih sopan dan halus. Masyarakat melayu akan sangat mudah merangkai kata untuk disusun menjadi sebuah pantun yang indah dan sangat berkesan. Namun kini berpantun sudah sangat jarang bisa dilakukan oleh masyarakat melayu khususnya kaum muda.
2. Tradisi Berkapur Sirih
Tradisi berkapur sirih adalah sebuah tradisi yang sudah cukup lama hidup di kalangan masyarakat melayu. Berkapur sirih merupakan tradisi mengunyah sirih lengkap dengan kapur dan pinangnya. Tradisi ini biasa dilakukan dalam upacara pernikahan ataupun upacara pengobatan.
3. Tradisi Perkawinan
Tradisi pernikahan pada adat melayu memang terkesan sangat rumit dan terlalu sakral. Sebab dalam pandangan masyarakat melayu ketika sesorang akan menikah maka dia harus mendapat restu dari kedua orang tua dari dua belah pihak. Selain itu ada juga aturan-aturan adat yang harus dijalani sebelum akad nikah berlangsung diantaranya pengantin perempuan dilarang bepergian dan keluar dari rumah satu minggu sebelum akad nikah dilakukan. Masyarakat melayu meyakini jika seorang calon pengantin keluar rumah ataupun bepergian ketika mendekati hari pelaksanaan akad nikah berlangsung maka akan terjadi hal yang tidak diharapkan yang akan membuat acara akad nikah terganggu bahkan bisa batal.
4. Memiliki Nama Panggilan Khusus
Pada masyarakat suku melayu setiap anak memiliki panggilan khusus yang panggilannya bersifat umum. Misalnya anak paling besar akan dipanggil dengan sebutan ulong yang dalam bahasa indonesia berarti sulung. Panggilan ini juga merupakan pembiasaan kepada semua anak dalam keluarga agar bersikap menghormati pada yang lebih tua dan menyayangi pada yang lebih muda.
5. Tradisi Pakaian Melayu
Menurut adat Suku Melayu, di dalam hal berpakaian hendaknya mengacu kepada asas “sesuai” yakni sesuai pakaiannya, sesuai yang memakainya, sesuai cara memakainya, sesuai tempat memakainya, sesuai pula menurut ketentuan adat yang diberlakukan dalam hal ini ihwal berpakaian. Karna pada masyarakat melayu dikenal sebuah ungkapan mengatakan: “adat memakai pada yang sesuai, adat duduk pada yang elok, adat berdiri tahukan diri”.
6. Tradisi Kematian
Seperti suku yang lain, pada adat istiadat suku Melayu juga ada tradisi terkait duka cita atau kematian. Proses yang dilakukan oleh pihak keluarga akan menyampaikan peristiwa kematian ini kepada tokoh masyarakat dan aparatur pemerintah, serta tetangga sekitar secara beranting. Selain itu, alat komunikasi tradisional yang bernama Bedug di langgar dan di masjid juga dibunyikan dengan nada yang khas di telinga.
Demikian, Halimah telah memaparkan informasi yang sangat berguna bagi kita pembaca tentang Kearifan lokal Masyarakat Melayu. Saya merasa bersyukur dengan tambahan informasi ini.
Di kesempatan ini saya ingin mengkaitkan dengan konsep kerukunan beragama dan moderasi beragama. Saya teringat dengan konsep kerukunan yang dikembangkan eranya bapak Menteri Agama Bapak Prof. Said Agil Husein Al-Munawar.MA. Beliau menawarkan konsep fikih hubungan antar agama berbasis wawasan multikultural. Intinya menjelaskan konsep membalikkan sudut pandang pluralisme bangsa Indonesia dari sumber konflik menjadi suatu berkah. Sebagai sumber kekuatan yang dapat dikembangkan mempercepat kesejahteraan dan persatuan bangsa melalui pengembangan kaidah-kaidah lembaga adat atau nilai kultural.
Seiring dengan dinamika kehidupan yang terus berlangsung, dan semakin konfliknya persoalan kerukunan menurut Prof, maka fokus diarahkan pada pengembangan wawasan multikultural pada segenap unsur dan lapisan masyarakat yang mempunyai kesadaran tidak saja mengakui perbedaan, tetapi mampu hidup saling menghargai, menghormati secara tulus, komunikasi dan terbuka, tidak saling curiga, memberi tempat terhadap keragaman keyakinan dan tradisi, adat, maupun budaya, dan yang paling utama adalah berkembangnya sikap tolong-menolong sebagai perwujudan rasa kemanusiaan yang dalam dari ajaran agama masing-masing. Dalam upaya ini maka salah satunya adalah bagaimana mengaktualisasikan, memberdayakan serta fungsionalisasi peranata kearipan lokal yang dimiliki masyarakat melayu.
Dari konsep moderasi beragama, penerimaan terhadap tradisi dan budaya lokal dalam prilaku keagamaan, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama, harus menjadi salah satu indikator moderasi yang harus dihormati, dilestarikan dan dikembangkan, serta menjadi kebanggaan terutama oleh generasi muda, karena kearifan lokal masyarakat melayu merupakan bagian yang sangat berkontribusi dalam merekatkan persatuan dan kerukunan bangsa. Terbukti dari bahasa Melayu mampu pula menyatukan Nusantara.