Oleh : Dr. H. Saifunnajar, MH (Ketua Rumah Moderasi Beragama STAIN Bengkalis)
Sebagaimana ramai diperbincangkan soal hukum haramnya memberi salam lintas agama. Mengikut MUI dalam fatwa terbarunya, melalui keputusan ijtima ulama komosi fatwa se-Indonesia VII pada akhir Mei 2024. Keputusan sepertinya memperkuat fatwa MUI Jatim pada tahun 2019.
Sebagaimana dikutip cnnindonesia.com : “pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan”.
MUI menilai pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiyah atau mengabdikan diri kepada Allah Swt. Karenanya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampur adukan dengan ucapan salam dari agama lain. Dikatakan, pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram.
Namun saya lebih mendukung pandangan sahabat saya Wakil Rektor 1 UIN Syahida Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie, sebagai dimuat di tempo.co, bahwa hasil fatwa salam lintas agama tidak absolut. Alasannya fatwa sebagai produk pemikiran hukum islam bersifat relatif dan tidak mengikat. Setahu saya sudah lama perbedaan soal pengucapan salam lintas agama ini. Orang yang mengucapkannya menganggap masuk wilayah ibadah mahdhah atau ibadah murni. Sedangkan bagi teman kita yang tidak mempermasalahkannya karena ini menganggap wilayah ibadah sosial, masih terbuka ruang secara dinamis pengaturan implementasi sesuai kebutuhan pada masanya. Maka sepanjang ada maksud dan kebutuhan kemaslahan boleh diucapkan.
Dalam konteks kehidupan sosial Indonesia, pengucapan salam lintas agama biasanya diucapkan sebagai salam hanya sebagai penghormatan kepada seluruh pemeluk agama lain, dan sebagai simbol kerukunan dan toleransi antar umat beragama, bertujuan kemaslahatan dalam rangka menciptakan hubungan yang harmonis dan kebersamaan sebagai bangsa. Dengan sapa salam lintas agama diharapkan terwujud lebih rekatnya persatuan. Persatuan yang terus harus dikokohkan karena menjadi kata kunci kejayaan bangsa Indonesia. Ucapan salam lintas agama ini oleh yang beragama islam biasanya hanya sapaan yang bukan dikaitkan dengan aqidah.
Menurut hemat kami, sebagaimana mengutip ucapan Muchlis Hanafi (Kepala lajnah Pentashihan Mushaf Al-Al-Qu’ran Kementerian Agama, dalam kemenag.go.id) bahwa dalam beragama diperlukan sifat luwes dan bijaksana sehingga antara berislam dan bernegara bisa saling bersinergi, menerapkan sifat wasatiyah berada di tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak kendor yang perlu ditegakkan melalui konsep moderasi. Bagi yang imannya merasa terganggu bila mengucapkan salam lintas agama. Demikian pula bagi masyarakat umum yang tidak ada kepentingannya dengan salam tersebut. Sebaiknya tidak perlu ikut-ikutan mengucapkannya. Namun jangan larang atau jangan ragukan iman orang karena tuntutan hubungan pergaulan harus berucap.
(Saifunnajar, Ketua RMB STAIN Bengkalis).