Bila puasa sebagai bulan tarbiyah gagal dijawab oleh hamba-Nya, maka panggilan “hai orang-orang beriman…” akan menjadi sebuah ungkapan tanpa upaya menjawab panggilan Allah. Bila demikian, panggilan siapa yang akan dijawab oleh manusia ? Apakah berarti puasa gagal melaksanakan misinya atau justru manusia gagal memahami puasa dan menjadi hamba yang tidak cerdas selama mengikuti pendidikan di bulan ramadhan ? Ketika ramadhan secara bahasa berarti “membakar atau pembakaran” mengandung makna yang dalam. Pembakaran atas dosa dan kesalahan selama ini akan berhasil tatkala proses pembakaran dilaksanakan dengan baik.
Bila proses pembakaran tidak sesuai prosedur, maka bagaikan membakar ikan dengan menggunakan prosedur yang salah, ikan yang dibakar meski terlihat matang di luar namun mentah dan berdarah di dalamnya. Artinya, bila ramadhan hanya dipahami dan dilaksanakan secara syariat dalam ritual tanpa makna, maka puasa hanya akan menjadi rutinitas untuk sekedar menunjukkan ke-Islaman-islaman, namun belum mampu mematangkan hati sehingga “matang” untuk bisa merasakan kehadiran Allah. Bila hal ini terjadi, maka perlu dipertanyakan terbuat dari apakah hati kita ? Apakah lebih keras dari batu sehingga ramadhan tak mampu berbekas sedikit jua. Hati yang gagal dibentuk oleh ramadhan adalah kegagalan manusia menjadikan hati sebagai sumber kebenaran Ilahi. Hati yang dimiliki hanyasebatas menjalankan fungsi kehidupan lahiriyah.
Bila demikian, meski puasa dilakukan dan ramadhan silih berganti menemuinya, namun perilaku selama ramadhan (apalagi) di luar ramadhan tak memiliki relevansi dengan ramadhàn. Perilaku menyuburkan kebohongan semakin meraja, menyebarkan fitnah dan iri dengki, membangun istana kesombongan dalam diri dengan punggawa keangkuhan yang digdaya, senang memakai topeng keshalehan yang anggun dengan asesoris bagaikan “pertapa yang suci” guna menutupi sejuta kesalahan yang akut tersusun rapi, senang melihat kesalahan orang namun tak pernah berkaca pada kesalahan sendiri, menutupi kebaikan oleh selimut duniawi, menghalalkan segala cara untuk membangun derajat dunia melambung tinggi, pengagum motto setinggi langit namun sebatas mimpi, dan sebagainya. Kesemua ini terjadi tatkala hati yang diciptakan untuk menangkap pesan Ilahi rusak oleh keserakahan duniawi dan kegagalan menjadi “murid ramadhan” untuk lebih menjadi hamba-Nya yang hakiki. Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin. Dimensi kebahagiaan bagi seluruh makhluk ciptaan Ilahi.
Bagi hamba yang dipanggil Allah dengan sebutan “hai orang-orang yang beriman…” akan menjawab panggilan Allah dengan menyebar kebajikan dan kedamaian bagi seluruh ciptaan Allah. Bila manusia justru menyebar teror dan kenestapaan, maka justru telah jauh tergelincir dari ajaran Ilahi. Mereka tertipu oleh bingkai kehampaan yang menyesatkan. Untuk menjawab realitas keimanan, maka lihatlah baginda Rasulullah secara benar dan kaffah. Lihatlah kepribadian Rasulullah dalam semua dimensi kehidupan. Begitu damai dan anggun kesempurnaan yang diperlihatkan untuk dicontoh umat yang menjadikannya sebagai utusan akhir zaman. Sungguh ramadhan bulan keberkahan bagi hamba yang menginginkan kebahagiaan. Sejuta peluang diberikan Allah untuk menambah pundi amal. Namun, dalam beramal sebaiknya jangan bertransaksi ekonomi dengan Khaliq pemilik kehidupan.
Setiap ibadah acapkali dikalikan dengan pahala dan mengakibatkan bangga dengan kecukupan amal yang dilaksanakan. Periodedasi transaksi ekonomi hanya bagi pemula mencari hakikat Ilahi. Namun, tatkala ramadhan mampu mendidik insan sebagai hamba yang beriman, maka semua rangkaian hidup bukan perkalian matematika dihadapan Allah, akan tetapi bagaikan hamba yang lapar dan haus membutuhkan makan dan minum. Alanglah indah ramadhan dengan sejuta kasih sayang Allah. Ramadhan sedang dijalani saat ini. Bertanyalah pada diri di bulan ramadhan ini kemana dan bagaimana kualitas diri selama dididik ramadhan.
Apakah hanya pengikut trand mode asesories nisbi atau mampu menjadi hamba-Nya yang sungguh-sungguh menimba hidayah Allah yang hakiki untuk menjadikan diri pemenang di bulan fitri ? Sesama hamba tentu bisa ditipu dan ditutupi bentuk asli diri. Namun, kepada hati yang fitri dan dihadapan Ilahi tak akan kuasamakhluk menutupi dan membohonginya. Semoga ramadhan tahun ini merupakan ramadhan terbaik dan terindah untuk mereguk manisnya keimanan yang sesungguhnya. Ramadhan terbaik akan membuahkan kebajikan, kedamaian, dan kebaikan bagi seluruh alam ciptaan Allah.
Wa Allahua’lam bi al-shawwab.
Tulisan ini terbit di harian Riau Pos tanggal 20 Mei 2018